ISI WA GRUP “ KAMI “ AJAK DEMO RUSUH SEPERTI TAHUN 1998 SAMPAI INDONESIA CHAOS

Jatengtime.com-Buntut penangkapan 8 dedengkot KAMI (Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang diduga akan melakukan kekacauan makar terhadap pemerintahan Jokowi di Indonesia makin terkuak.

Ketua Koalisi KAMI (Aksi Menyelamatkan Indonesia) Medan, Khairi Amri di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (12/10/2020) malam akhirnya bersedia membeberkan isi percakapan pada WhatsApp Group (WAG) KAMI yang berujung penangkapan pentolan-pentolan mereka oleh polisi.

WAG yang diberi nama “ KAMI Medan “ beranggotakan yang berisi 40 anggota akirnya diakui oleh Khairi bahwa salah satu anggota grup memang menyerukan “ Ajakan demo seperti kejadian demo tahun 1998 yang berujung pada kerusuhan rasial etnis Tionghoa “.

Untuk diketahui dan menjadi catatan sejarah kelam, tragedi memilukan kerusuhan Mei 98 yang biadab dan tidak boleh dilupakan :

 Awalnya berupa demo yang diikuti oleh mahasiswa sebagai akibat krisis Finansial Asia kemudian disusul terjadi Tragedi Trisakti.

 4 mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan dibunuh oknum aparat saat melakukan demo pada tanggal 12 Mei 1998 dan berakir penurunan paksa Presiden Soeharto.

Disinyalir aksi ini berlanjut dan ditunggangi dengan berbagai kepentingan oleh berbagai pihak hingga ke berbagai daerah seperti Solo, Medan dan dan kota-kota besar lainya, tanggal 13-1 Mei 1998 menjadi tragedi kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang tidak bersalah.

Dalam aksi brutal dan bar-bar ini banyak toko dan perusahaan terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa dijarah, dihancurkan bahkan dibakar oleh massa demo.

Terdapat juga aksi brutal yang tidak berperikemanusiaan yang mengakibatkan ratusan wanita keturunan Tionghoa mengalami perlakuan dianiaya secara sadis, pelecehan seksual, diperkosa, sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh.

Ita Martadinata Haryono, seorang siswi SMU berusia 18 tahun sekaligus menjadi seorang aktivis perempuan relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan (“ Romo Pemulung “ yang menanggalkan jubah pastornya tahun 2006 demi melakukan aneka kegiatan sosial dengan penuh komitmen melintas batas agama, suku, atau ras) juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya.

Perlakuan keji terhadap Ita Martadinata Haryono dan ratusan perempuan keturunan Tionghoa lainya menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan Mei 98 tidak hanya sporadis, tapi digerakkan secara sistematis.

Dalam kerusuhan tersebut banyak pemilik toko dan perusahaan ketakutan dan menulisi muka toko atau perusahaanya mereka dengan tulisan “ Milik pribumi “ atau “ Pro-reformasi “ agar selamat dari perusuh, karena perusuh hanya fokus menyerang ke orang-orang Tionghoa.

Beberapa dari aksi ini tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Bahkan banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Nusantara.

Sampai hari ini sebab dan alasan kerusuhan bar-bar yang digerakkan secara sistematis ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi. Pemerintah (saat itu) mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan bukti-bukti konkret atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak. Namun masyarakat Indonesia secara umum setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia.

Sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat tragedi ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun tidak lama setelah kejadian tragedi ini berakhir, dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki dan TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan “ Laporan TGPF “ hasilnya masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh “ pemerintah “ diera tersebut atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

“ Grup WA-nya yang terbaru ini yang saya buat sekitar akhir September atau awal Oktober-lah, itu baru. Ya…rencana buat komunitas KAMI itu kan, karena KAMI sudah dari Sumut… sudah berdiri, ya ini Medan kita dirikan gitu…” kata Khairi.

Khairi lantas menyebut bahwa dirinya adalah inisiator KAMI Medan sekaligus admin WAG yang seingatnya jumlah anggota pada WAG 40 orang. Dia mengaku jarang mengecek isi percakapan pada grup “ KAMI Medan “ karena alasan kesibukan bekerja.

“ Saya inisiator KAMI Medan. Admin (WAG KAMI Medan), admin ada beberapa orang. (Jumlah anggota WAG KAMI Medan) belum banyak, masih sekitar 40-an ya itu. Terkait itu (Isi percakapan) saya kurang, memang itu saya jarang buka, kecuali sudah malam, baru saya baca. Tapi sebenarnya saya mengatakan penyusunan program, kapan mau dibuat acara rapat itu. Tapi kadang ada main-main juga, kita kirim-kirim meme apa gitu…” tuturnya.

Karena jarang memantau percakapan pada grup tersebut, Khairi mengaku baru menyadari ada kalimat ajakan demo rusuh oleh dua member grupnya dan kini dirinya dan kedua member grupnya dibawa ke Mabes Polri.

“ Bukan (ujaran kebencian) SARA, tapi ada apa ya, ke penguasa pula. Mengajak (demonstrasi) sampai chaos. Saya kaget itu…Ayo kita buat seperti 98… Tidak ada kayaknya SARA, nggak ada. Cuma ketidak senangan ke kebijakan pemerintah. Apalagi kita sama-sama nggak tahu nih omnibus law, tapi kita anggap kita menolak gitu…” kilahnya.

Khairi juga mengaku berkenalan dengan dua member grup KAMI Medan tersebut saat Pilpres 2019. Dan menyatakan dua member yang menyerukan ajakan rusuh “ Ayo kita buat seperti 98 “ justru tak ikut turun ke jalan saat demo.

“ Kenal di luar saja, sama-sama relawan waktu Pilpres (2019). Nggak datang mereka (saat KAMI Medan demo bagikan makanan ke pendemo)…” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.