( SIDANG SAMBO ) BHARADA E : SAYA HANYA ANGGOTA, TIDAK MAMPU MENOLAK PERINTAH JENDERAL…!

Jatengtime.com-Jakarta-Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ( Brigadir J ) makin menuai titik terang dari keterangan beberapa saksi kunci.

Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu ( Bharada E ) salah satu saksi kunci Selasa (18/10/2022) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, guna membuka tabir pembunuhan keji yang didalangi pecatan jenderal Polisi, Ferdy Sambo.

Awal mencuatnya kasus ini, masyarakat sempat dicekoki skenario busuk yang dilontarkan Sambo bahwa kasus ini adalah Polisi tembak polisi di rumah dinas Ferdy Sambo hingga mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia.

Namun dalam perkembangannya, justru keterangan Bharada E inilah kejahatan terstruktur Sambo mulai terkuak.

Dalam persidangan, Bharada E didakwa JPU melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dari persidangan kasus yang membuat elektabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri menurun tajam ini ditemukan bebrapa fakta menarik.

Sejumlah fakta terungkap dalam persidangan.

Pangkat Bintara ( Brigadir Polisi ) diperintah seorang Jenderal Polisi ( Perwira Tinggi Polri ) tidak mungkin ditolak.

Jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan mengungkap bahwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu pada waktu kejadian berpangkat Barada ( Bhayangkara Dua ) diperintah oleh Ferdy Sambo yang waktu kejadian berpangkat Inspektur Jenderal Polisi ( Irjen Pol ), jenderal bintang 2, yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan ( Kadiv Propam ).

Perintah seorang Kadiv Propam yang dikenal beberapa pihak dengan sebutan “ Polisinya Polisi ” tentu tidak mungkin untuk ditolak oleh seorang bawahan yang hanya berpangkat Bintara.

Brigadir Richard diperintah oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan ( Kadiv Propam ) Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Rencana pembunuhan tersebut disusun di sebuah ruangan di rumah pribadi Sambo Jalan Saguling, Jakarta Selatan, yang berjarak tidak jauh dari rumah dinasnya di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga.

Awalnya Sambo menyuruh Bripka Ricky Rizal ( Bripka RR ) untuk menembak Brigadir J, namun ditolak dengan alasan tidak kuat mental.

Kemudian Sambo memerintahkan Bharada E dengan disertai alasan licik bahwa Brigadir J telah melecehkan istrinya ( Putri Candrawathi ) di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis (7/7/2022).

Mendengar alasan Sambo, demi menjaga kehormatan komandanya, Bharada E tergerak hatinya dan menyatakan siap menembak Brigadir J.

“ Saksi Ferdy Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada terdakwa Richard Elizer Pudihang Lumiu, berani kamu tembak Yosua…?. Atas pertanyaan saksi Ferdy Sambo tersebut lalu terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan kesediaannya siap komandan…” kata JPU.

Lantas Sambo menyerahkan kotak amunisi berisi peluru 99 mm kepada Richard untuk menembak Yosua.

Pistol Glock 17 milik Bharada E awalnya berisi 7 butir peluru, lalu ditambah 8 butir peluru oleh Sambo.

Sambo akan menjaga Bharada E waktu melakukan eksekusi.

Dalam salah satu bagian skenario, Sambo mengungkap alasannya tidak menembak langsung Brigadir J, namun dirinya akan berperan menjaga Bharada E ketika melakukan penembakan.

“ Karena kalau saksi Ferdy Sambo yang menembak ( Brigadir J ) dikhawatirkan tidak ada yang bisa menjaga semuanya…” ungkap JPU.

Skenario Polisi tembak Polisi karena telah melecehkan istri jenderal Polisi

Sambo ternyata telah mempersiapkan sebuah skenario, rekayasa aksi baku tembak Polisi tembak Polisi.

Skenarionya adalah :
Brigadir J telah melecehkan Putri di kamar rumah dinasnya hingga istrinya berteriak minta tolong, kemudian Bharada E yang mendengar teriakan itu datang menghampiri, namun malah disambut tembakan oleh Brigadir J hingga terjadi aksi tembak antara Brigadir J melawan Bharada E yang mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia.

Sambo juga memerintahkan Bharada E agar mematuhi skenarionya yang lain bahwa Istrinya ( Putri Candrawathi ) dan rombongan bertolak ke rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga guna melakukan isolasi mandiri usai menjalani tes Covid-19.

“ Mendengar perkataan ( skenario ) saksi Ferdy Sambo tersebut lalu terdakwa Richard Elizer Pudihang Lumiu menganggukan kepala sebagai tanda mengerti dan bentuk persetujuan atas rencana jahat saksi Ferdy Sambo untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat…” imbuh JPU.

Bharada E sempat berdo’a setelah rencana pembunuhan disusun.

Aksi skenario dimulai, Putri Candrawathi, dikawal Bripka RR, Bharada E, Brigadir J ( belum dieksekusi ) serta Kuat Ma’ruf bertolak ke rumah dinas Sambo di Kompleks Perumahan Polri, Duren Tiga, yang disepakati sebagai tempat penembakan.

Sampai dilokasi, Bharada E naik ke lantai dua dan masuk ke kamar ajudan, kemudian berdo’a untuk meneguhkan hati menembak Brigadir J yang telah melecehkan istri seorang Jenderal Polisi bintang 2.

“ Bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu justru melakukan ritual berdo’a berdasarkan keyakinan, meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat…” ungkap JPU.

Tidak berselang lama, Ferdy Sambo tiba ditempat eksekusi, Bharada E yang mendengar kehadiran Sambo, lantas turun ke lantai satu, tepat di ruang tengah.

Bharada E kemudian berdiri di samping Sambo yang lantas memerintahkan Bharada E agar mengokang senjata.

“ Saksi Ferdy Sambo mengatakan kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu…kokang senjatamu..!, setelah itu terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu mengokamg senjatanya dan menyelipkan di pinggang sebelah kanan…” kata JPU.

Sambo perintahkan Kuat Ma’ruf memanggil Bripka RR dan Brigadir J agar masuk ke rumah.

Setelah Brigadir J masuk ke ruangan, Sambo langsung memegang leher Brigadir J bagian belakang dan mendorongnya, disusul perintah agar Brigadir J berjongkok. Dalam keadaan bingung Brigadir J menuruti perintah Sambo.

“ Terdakwa Ferdy Sambo langsung mengatakan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan perkataan… jongkok kamu…! Lalu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata..ada apa ini…?..” lanjut JPU.

Sebelum melakukan penembakan Bharada E tidak menjawab pertanyaan Brigadir J. Kemudian Sambo memerintahkan Bharada E agar menembak Yosua.

“ Woi..! Kau tembak..! Kau tembak cepat…! Cepat woi kau tembak…! ”  kata JPU menirukan perintah Sambo.

Bharada E lantas mengarahkan senjata api Glock-17 dan menembak sebanyak 3 atau 4 kali ketubuh Brigadir J hingga membuat Brigadir J terjatuh dan terkapar dengan mengeluarkan banyak darah.

Namun ternyata Brigadir J belum meninggal dengan ditandai tubuhnya masih bergerak-gerak.

Mengetahui hal itu, Sambo mengambil pistol Bharada E dan menembak kepala bagian belakang Brigadir J hingga dipastikan meninggal dunia dengan posisi tertelungkup didekat anak tangga.

“ Untuk memastikan ( Brigadir J ) benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia…” ungkap JPU.

Skenario merekayasa menembak dinding agar terkesan sebuah aksi tembak menembak

Setelah Brigadir J meninggal dunia, Sambo melancarkan skenario berikutnya dengan cara dengan memakai sarung tangan hitam yang sudah dipersiapkan, kemudian menyentuhkan pistol ke tangan Brigadir J kemudian Sambo menembakkan pistol tersebut beberapa kali ke dinding rumah.

Skenario ini dilakukan untuk menguatkan kesan telah terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E yang mengakibatkan Brigadir J eminggal dunia.

Sambo beri uang setelah penembakan, tapi kemudian ditarik kembali dengan alasan kalau situasinya sudah aman.

Setelah terjadi aksi penembakan, selang 2 hari (10/7/2022) Sambo menjanjikan sejumlah uang dolar kepada Bripka RR dan Kuat ma’ruf senilai Rp 500 juta dan kusus kepada Bharada E uang dolar senilai Rp 1 milyar.

Namun kemudian diambil kembali dan akan diserahkan sekitar bulan Agustus apabila situasi telah aman.

“ Terdakwa Ferdy Sambo memberikan amplop warna putih yang berisikan mata uang asing atau dolar kepada saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma’ruf dengan nilainya masing-masing setara dengan Rp 500 juta. Sedangkan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan nilai setara Rp 1 miliar. Amplop yang berisikan uang tersebut diambil kembali oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan janji akan diserahkan pada bulan Agustus 2022 apabila kondisi sudah aman…” ucap JPU.

Sebagai gantinya, Sambo memberikan ponsel merek Iphone 13 Pro Max kepada 3 anak buahnya tersebut sebagai hadiah untuk mengganti ponsel lama mereka yang telah dirusak atau dihilangkan.

Usai penembakan, Putri Candrawathi ucapkan terimakasih kepada pelaku dan pembantu eksekutor .

Usai aksi pembunuhan terhadap Brigadir J, istri Ferdy Sambo ( Putri Candrawathi ) terungkap mengucapkan terima kasih kepada para pelaku dan pembantu eksekutor.

“ Kemudian saat itu saksi Putri Candrawati selaku istri terdakwa Ferdy Sambo mengucapkan terima kasih kepada saksi Ricky Rizal Wibowo, saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan saksi Kuat Ma’ruf…” imbuh JPU.

— Bharada E bersifat ksatria dengan tidak mengajukan eksepsi ( Nota Keberatan ).

Usai mendengan JPU membacakan seluruh dakwaan, Brharada E langsung bersikap ksatria dengan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy juga mengatakan bahwa walau ada bebrapa catatan, dakwaan JPU sudah tepat sesuai keterangan kliennya.

“ Ada beberapa catatan dari kami selaku penasihat hukum, tetapi kami melihat di sini dakwaannya sudah cermat sudah tepat. Dan nanti mungkin kami pikir bahwa kami akan sampaikan nanti di pembuktian…” kata Rony.

Bharada E kembali meminta ma’af kepada keluarga Brigadir J sekaligus menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir J.

Sifat ksatria juga dilakukan Bharada E sebagai orang yang telah menambak Brigadir J dengan cara meminta ma’af dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Brigadir J.

Untuk keluarga almarhum Bang Yos ( Brigadir J ), Bapak, Ibu, Reza ( adik Brigadir J ) serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya mohon ma’af. Semoga permohonan ma’af saya ini dapat diterima oleh pihak keluarga…” kata Bharada E dengan suara bergetar menahan tangis.

“ Tuhan Yesus selalu memberikan kekuatan serta penghiburan buat keluarga almarhum Bang Yos…” imbuhnya.

Bharada E juga sangat menyesali perbuatannya. Namun demikian, dia menegaskan bahwa dirinya tidak kuasa menolak perintah dari atasannya.

“ Saya sangat menyesali perbuatan saya. Namun saya hanya ingin menyatakan…bahwa saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal…! pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.