BEREDAR SURAT HAK ANGKET DPRD JEPARA TERKAIT KASUS MENINGGALNYA MBAH LUKITAH YANG VIRAL

Jatengtime.com-Jepara-Kasus nenek bernama Lukitah (70) warga Desa Mambak, Kecamatan Pakisaji, Jepara yang meninggal dunia didalam mobil Ambulans Desa di parkiran RSUD RA Kartini Jepara ketika mengantre untuk periksa pada Senin (16/3/2020) lalu dan sempat viral di media sosial sepertinya ada pencerahan dari DPR-D Jepara.

Sebuah surat sakti dari Wakil Rakyat Jepara Komisi C komplit dengan kop surat resmi bernomor : 18/Kom C/III/2020, bersifat Segera, ditanda tangani Ketua Komis C, Nur Hidayat dan sekretaris Haizul Ma’arif diharapkan akan menjadi jawaban atas kasus yang pertama kali di unggah oleh Abdul Rasyid di grup Facebook MIK JEPARA OFFICIAL.

Namun demikian apakah surat sakti yang juga berisi ajakan Hak Angket DPRD-Jepara ini akan ditindak lanjuti oleh semua pihak yang berwenang atau tidak, setidaknya aspirasi warga Jepara sudah pernah diterima wakilnya yang duduk di DPR-D Jepara.

Sebelumnya kasus meninggalnya salah satu warga Kota Ukir pertama kali oleh akun bernama Abdul Rasyid di group Facebook MIK JEPARA OFFICIAL, dan langsung mendapat reaksi dari warga Jepara dan sekitarnya dengan mendapat 7.633 like, 3.378 komentar dan dibagikan hingga sebanyak 4.471 kali.

Isi postingan tersebut anatara lain berisi kronologi kejadian dengan disertai beberapa alat bukti terkait seperti foto keadaan pasien di lokasi pekara dan foto saat rujukan dari Puskesmas :

“ 30 menit sampailah kami di RSU, begitu turun solah satu penupang tak suruh turun dulu utk minta “ gledek “. Pak minta gledek katanya ke salah satu petugas berbaju putih memakai masker. Gledek gledek opo…wes orak ono begitu jawab petugasnya. Dengan terpaksa kami menunggu bersama pasien di dalam ambulan desa, krn tak tega melihat pasien, cucu alm memberanikan diri msk ke minta petugas memeriksa dan alhmdllah petugas kesehatan datang meskipun hnya di dulek2 dada pasien dan msk kembali tanpa keterangan apapun…”. “Sekitar 5 menit kami di datngi pak satpam di data antrian dpt nmr antrian 19 dan di suruh daftar dulu di kantor dan melakukan saran pak satpam.
Karena pasien ( alm mbah Lukita ) blm mendpat Gledek kami pun menunggui pasien di dalam ambulan yang terparkir di UGD, lalu kami di datangi pak satpam dan berkata BOLEH MENUNGGU TAPI TIDAK BOLEH PARKIR DI SINI…
akhirnya kamipun membawa pasien ke tempat parkir krn pasien memang sudah tidak mungkin utk di turunkan dari ambulan.
Sekitar 2 jam kami menunggu di parkiran hingga pasien akhirnya meninggal tanpa penanganan APAPUN dari petugas kesehatan.
Nangis hati ini ya Allah.
Kami maaaarah kpd pihak rumah sakit dan tak satu pun yg menjawab apalagi bertanggung jawab…”.

Setelah menjadi viral kasus ini, maka pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RA Kartini Jawa Tengah melalui Direktur dr. Dwi Susilowati angkat bicara dengan mengadakan jumpa pers di Aula RSUD Kartini, Rabu (18/3/2020) dengan agenda meminta maaf atas kejadian meninggalnya seorang nenek di parkiran rumah sakit.

“ Kami mohon ma’af atas ketidaknyamanan ini. Kami tidak bermaksud yang seperti anggapan menelantarkan pasien. Karena pada saat itu IGD sedang penuh dan melebihi batas yang ada…” kata dr. Dwi.

Dwi menyebut pasien tersebut bukan merupakan pasien rujukan dari Puskesmas. Sebab tidak ada surat atau berkas rujukan yang diterimanya, namun faktanya ada surat rujukan.

Selain itu, kata Dwi, tidak ada petugas kesehatan yang mendampingi pasien itu ke RSUD. Dwi mengungkap, pasien itu diantar menggunakan mobil operasional desa.

“Masyarakat harus tahu kalau mau rujuk pasien harus ada faskes primer. Selain itu ada petugas yang mengikuti, dan kami connected dengan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) di rumah sakit. Jadi tidak ada lagi pasien dalam mobil yang tidak terperiksa,” bebernya.

Dwi mengaku pihaknya akan melalukan evaluasi, jika ada penumpukan pasien, akan dipilih secara selektif mana yang benar-benar darurat dan harus didahulukan.

“ Kita mawas diri lagi, kita memilah-milah mana yang true emergency. Ke depan seperti itu…” ungkapnya.

Dwi juga menyatakan bahwa dirinya bersama dengan jajaran direksi telah menyambangi rumah duka dan melakukan komunikasi dengan pihak keluarga agar tidak ada kesalah-pahaman dan menjadikan masalah berlarut-larut.

“ Kami juga telah diterima baik oleh pihak keluarga…” ujarnya.

Dwi menyebut pasien tersebut bukan merupakan pasien rujukan dari Puskesmas. Sebab tidak ada surat atau berkas rujukan yang diterimanya.

Selain itu, kata Dwi, tidak ada petugas kesehatan yang mendampingi pasien itu ke RSUD. Dwi mengungkap, pasien itu diantar menggunakan mobil operasional desa.

“ Masyarakat harus tahu kalau mau rujuk pasien harus ada faskes primer. Selain itu ada petugas yang mengikuti, dan kami connected dengan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) di rumah sakit. Jadi tidak ada lagi pasien dalam mobil yang tidak terperiksa…” kilahnya.

Pernyataan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RA Kartini Jawa Tengah, dr. Dwi Susilowati, Kamis (19/3/2020) di bantah Abdul Rosyid, orang yang pertama mengunggah kasus ini.

Abdul Rosyid (juga merupakan perangkat desa) adalah orang yang mendampingi Mbah Lukitah dan keluarganya, mulai dari proses periksa di Pakisaji hingga dirujuk ke RSUD Kartini.

Abdul Rosyid membantah kronologi peristiwa meninggalnya Mbah Lukitah yang dibuat pihak RSUD Kartini, berbeda dengan kondisi di lapangan yang dialami dan disaksikannya secara langsung.

Direktur RSUD Kartini dr. Dwi Susilowati yang menyebut Mbah Lukitah datang ke rumah sakit tersebut tanpa surat rujukan dari Puskesmas Pakisaji, dibantah dengan fakta ada surat rujukan dari Puskesmas Pakisaji benar-benar ada dan ketika kejadian dibawa ke RSUD.

“ Jadi tidak benar yang disampaikan bu direktur itu. Ini bukti suratnya. Saat itu surat rujukan juga sudah diserahkan kepada petugas rumah sakit bersama dokumen lainnya. Entah dibaca petugas atau tidak namun yang pasti setelah itu berbagai dokumen tersebut diserahkan lagi kepada keluarga…” tegas Abdul Rosyid.

Pihak RSUD berdalih saat kejadian kondisi ruang UGD dalam keadaan sudah kelebihan pasien yang juga sama daruratnya dan Mbah Lukitah juga di tuding tidak membawa surat rujukan dari faskes tingkat pertama sehingga pihak rumah sakit juga tidak bisa mendeteksi seberapa gawat kondisi lansia tersebut.

Namun Abdul Rosyid menduga pernyataan kronologi yang dibuat pihak RSUD Kartini berbeda dan patut diduga hanya indikasi untuk menutupi semrawutnya layanan kesehatan RSUD tersebut. Sebab kondisi yang dialaminya secara langsung memang menunjukkan indikasi tersebut.

“ Sekitar 2 jam lebih saya mendampingi Mbah Lukitah dan keluarganya di tempat parkir RSUD. Ibaratnya pihak keluarga sampai meminta petugas RSUD untuk segera melakukan tindakan karena kondisi Mbah Lukitah yang kian kritis tetap tidak ada respon signifikan dari mereka. Tiba-tiba mereka bilang sudah woro-woro mau melakukan pemeriksaan tapi Mbah Lukitah dan keluarganya tidak mendengar. Ini jelas tidak sesuai dengan kondisi lapangan…” ungkapnya.

Abdul Rosyid juga mempunyai inisiatif agar polemik ini tidak berkepanjangan yaitu dengan mendesak pihak RSUD Kartini mau membuka rekaman CCTV yang ada di kawasan UGD maupun tempat parkir dengan maksut bisa jelas diketahui siapa yang sebenarnya berbohong dalam persoalan ini.

Abdul Rosyid juga menyatakan siap bertanggung jawab atas segala resiko pernyataanya tersebut.

“ Saya juga siap dikonfrontir dengan siapa saja dan dimana saja. Saya siap mempertanggungjawabkan pernyataan saya…” tegasnya.

Beredar rekaman video media sosial, salah seorang anak mbah Lukitah yang bernama Sasmono yang menyatakan menerimakan peristiwa tersebut juga disanggah Rosyid.

Abdul Rosyid menegaskan bahwa Sasmono tidak ikut (tidak ada Tempat Kejadian Perkara/ TKP) saat peristiwa meninggalnya mbah Lukitah sehingga Sasmono tidak mengetahui kronologi peristiwa yang sebenarnya.

Rekaman Video pernyataan tersebut ternyata dibuat di rumah keluarga Sasmono di Desa Kedungcino, Kecamatan Jepara, bukan di rumah yang selama ini ditempati mbah Lukitah di Desa Mambak Kecamatan Pakisaji.

“ Pihak keluarga mbah Lukitah yang ada di Desa Mambak, sebenarnya tidak terima dengan video yang beredar itu. Apalagi saat itu juga pihak rumah sakit memberikan uang sebesar Rp 4 juta. Sasmono itu tidak bisa baca tulis jadi saya juga tidak mengetahui apakah dia sadar dan faham dengan tindakannya…” ungkap Abdul Rosyid.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.