HAKORDIA 2022, KETUA KPK : KORUPTUR TIDAK TAKUT HUKUMAN, TAPI TAKUT DIMISKINKAN

Jatengtime.com-Jakarta-Dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia ( Hakordia ) Tahun 2022 di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (9/12/2022) Ketua KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) Firli Bahuri menegaskan bahwa koruptor tidak takut dengan ancaman hukuman penjara, tapi takut dimiskinkan.

“ Kajian ( yang dilakukan KPK ) menunjukkan para pelaku korupsi tidak takut dengan ancaman hukuman badan, tidak takut dengan hukuman penjara, tetapi takut kalau dimiskinkan…” tegas Firli.

Sampai saat ini KPK masih harus bekerja keras dalam pemberantasan korupsi baik melalui strategi pendidikan masyarakat, pencegahan, maupun penindakan.

“ Sehingga orang tidak mau melakukan korupsi, karena pendekatan yang KPK lakukan di samping penghukuman badan juga diterapkan hukuman denda dan uang pengganti, termasuk juga penerapan tindak pidana pencucian uang ( TPPU ),” ucap Firli.

KPK tidak mampu melaksanakan upaya pemberantasan korupsi sendirian. Oleh karena itu KPK memakai konsep orkestrasi pemberantasan korupsi bersama.

“ Kami melibatkan dan meminta semua kamar-kamar kekuasaan ikut aktif berperan dalam upaya pemberantasan korupsi. Baik itu kamar legislatif, kamar yudikatif, kamar eksekutif, termasuk juga kamar kekuasaan parpol tidak boleh melakukan korupsi…” ungkapnya.

Pengaturan Illicit Enrichment ( asal-usul kekayaan yang tidak jelas )

Dokumen United Nations Convention Against Corruption ( UNCAC ) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Melawan Korupsi mencatat pengaturan tentang Illicit Enrichment pada bab 3 pasal 20.

Illicit Enrichment dapat diartikan sebagai penambahan kekayaan pegawai negeri, penyelenggara negara atau terduga korupstor yang signifikan dan tidak dapat dijelaskan, yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu,”.

Setidaknya ada lima keunggulan pengaturan illicit enrichment.

Pertama, memiskinkan koruptor dengan menerapkan Pembuktian Terbalik, artinya terdakwa harus bisa membuktikan asal-usul kekayaannya.

Kedua, menguatkan fungsi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara ( LHKPN ) sehingga tidak cenderung bersifat formalitas dan tanpa sanksi pada pejabat yang bohong tentang kekayaannya.

Ketiga, memudahkan pembuktian jika dibandingkan dengan UU Pencucian Uang, pasal gratifikasi, dan bahkan pembuktian terbalik di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keempat, menyerang langsung pada motivasi melakukan korupsi (pengumpulan kekayaan).

Kelima, mendistribusikan kekayaan yang dirampas untuk negara bagi keadilan yang lebih luas, seperti untuk sektor pendidikan, kesehatan atau pelayanan dasar lainnya.

KPK akan menggunakan pasal-pasal suap dan gratifikasi di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seperti Pasal 5, 6, 11, 12, 12B, dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hampir semua tersangka yang dijerat KPK membantah dan membangun dalih lain seperti: jual beli, pinjam-meminjam, uang usaha pembelian properti, tanah dan sejenisnya.

Namun KPK akan berusaha mengungkap dengan berbagai teknik dan alat sadap dengan teknologi mutakir yang berisi transkrip dan suara.

Sadap yang berisi transkrip dan suara ini adalah bukti yang paling diandalkan dan sangat berpengaruh untuk meyakinkan hakim, bahwa uang yang disita KPK memang adalah suap.

KPK juga mengamati Cek Pelawat, travel cheque, sehingga nomor seri cek, pihak penerima, dan pihak yang mencairkan bisa terdeteksi.

Peran Whistleblowre ( Pelapor Tindak Pidana ).

Di dalam peraturan perundang-undangan, definisi whistleblower juga tertuang di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung ( SEMA ) Nomor 4 Tahun 2011 yang menyebut whistleblower adalah pelapor tindak pidana.

Whistleblower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.

Mengacu pada UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pelapor tidak dapat dituntut hukum atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.

Undang-undang ini juga mengatur bahwa jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor maka tuntutan tersebut wajib ditunda hingga kasus yang pelapor laporkan telah diputus di pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.