FPI RESMI DIBUBARKAN NAMUN SEGERA GANTI NAMA, HENDRO PRIYONO : ORGANISASI PELINDUNGNYA TUNGGU GILIRAN

Jatengtime.com-Jakarta-Terkait sikap tegas Pemerintah membubarkan dan melarang FPI, kemudian FPI yang awalnya Front Pembela Islam berganti nama menjadi Front Pejuang Islam tetap menuai tanggapan dari berbagai pihak.

Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer, Jenderal TNI (Purn) Prof Dr Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H., M.H (A.M. Hendropriyono) Rabu (30/12/2020) malam menegaskan kepada organisasi pelindung atau menampung mantan anggota FPI untuk menunggu giliran (dilarang dan dibubarkan).

adalah seorang tokoh Intelijen dan militer Indonesia, Hendropriyono adalah Kepala Badan Intelijen Negara pertama, ia dijuluki The Master Of Intelligence karena menjadi “ Profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen “ pertama di dunia.

“ SKB 3 Menteri hari ini ditambah Polri, Kejagung dan BNPT, menjadikan FPI sebagai organisasi terlarang. Semangatnya juga mengacu pada bukti keterlibatan 37 anggotanya dalam kegiatan terorisme…” kata Hendropriyono.

Pelarangan FPI dari pemerintah yang diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud Md bukan tanpa bukti dan alat bukti jejak pidana, dukungan terhadap ISIS, dan perkara terorisme.

Oleh karena itu menurut pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara pertama Indonesia ini memperingatkan apabila ada organisasi yang menampung eks angota FPI, maka organisasi tersebut bakal kena sanksi oleh pemerintah.

“ Artinya, jika ada organisasi lain yang menampung eks anggota FPI, maka organisasi tersebut juga dapat dikenakan sanksi yang sama…”  kata Hendropriyono.

A.M. Hendropriyono yang dijuluki The Master Of Intelligence karena menjadi “ Profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen “ pertama di dunia ini juga mengingatkan setidaknya, masyarakat bisa lega karena FPI sudah dilarang, namun apabila ada oknum yang menyampaikan hasutan dan melanggar undang-undang, maka oknum tersebut bisa kena pidana terorisme.

“ Rakyat kini bisa berharap hidup lebih tenang, di alam demokrasi yang bergulir sejak reformasi 1998. Tidak akan ada lagi penggerebegan terhadap orang yang sedang beribadah, terhadap acara pernikahan, melarang menghormat bendera Merah Putih, razia di kafe-kafe, mini market, toko-toko obat, warung makan, mal, dan lain lain kegiatan yang main hakim sendiri…” ungkanya.

blank

Hendropriyono menyarankan pemerintah perlu membersihkan benalu demokrasi:

Hendropriyono menilai langkah pemerintah melarang FPI yang juga sempat akan dilarang sejak era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) didasarkan pada tujuan menegakkan hukum dan disiplin sosial. Dengan begitu, masyarakat akan lebih stabil sehingga kesejahteraan bisa tercapai.

“ Kehidupan demokrasi harus diselamatkan oleh pemerintah, dengan cara membersihkan benalu-benalunya. Para benalu demokrasi adalah para provokator dan demagog, yang termasuk dalam kejahatan terorganisasi (organized crime)…” tandasnya.

Salah satu hal yang jadi pertimbangan adalah catatan pidana yang dilakukan anggota ataupun mantan anggota FPI baik pidana Umum maupun pidana terorisme.

Catatan pidana anggota ataupun mantan anggota FPI dibacakan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiarie, di kantor Menko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (30/12/2020), sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme, 29 orang telah dijatuhi pidana, sebanyak 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.

“ Pengurus dan/atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. Di samping itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 orang di antaranya telah dijatuhi pidana…” kata Eddy.

FPI dilarang berkegiatan juga dikarenakan karena kerap melakukan razia yang merupakan wewenang aparat hukum.

“ Bahwa menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadinya pelanggaran ketentuan hukum maka pengurus dan/atau anggota FPI kerap kali melakukan tindakan razia (sweeping) di masyarakat yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas atau wewenang aparat penegak hukum…” ungkanya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.