Jatengtime.com-Jakarta-Rekaman video sekelompok orang akan mendirikan sholat dan si Muazin mengumandangkan adzan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama Islam, yang sebenarnya “ Hayya ‘alashshalaah “ sengaja diselipkan kalimat/ lafaz “ Hayya Alal Jihad “.
Rekaman video yang diduga berasal dari wilayah markas Rizieq Shihab, Petamburan dan beberapa tempat lainya banyak menuai protes di dunia maya.
Ternyata penemu adzan yang tidak sesuai dengan syariat Islam tersebut adalah Salman Al-audah, seorang menjadi terdakwa terorisme (oposan garis keras) pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Salman sengaja mengubah adzan dengan kalimat “ Hayya Alal Jihad “ untuk melawan pemerintah Arab Saudi.
Media jaringan Doktor UIN Syarif Hidayatullah, M. Ishom El Saha dalam artikel yang dimuat di Alif.id menerangkan bahwa Salman Al-Audan lahir di Al Bashr, dekat kota Buraiha, Al Qassim, Arab Saudi pada 1955.
Salman mulai dikenal sebagai ulama sejak menjadi Imam Besar Masjid Al Bashra. Dia menyampaikan ceramah agama mengulas hadis yang ada dalam kitab Bulughul Maram.
(Kitab Bulughul Maram atau Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam memuat 1.371 buah hadis, disusun oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Di setiap akhir hadis yang dimuat dalam Bulughul Maram, Ibnu Hajar menyebutkan siapa perawi (Perawi adalah orang yang memindahkan hadist dari seorang guru kepada orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadist. Perawi hadist pertama adalah para sahabat dan perawi terakhir adalah orang yang membukukannya, seperti Bukhari, Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain) hadis asalnya.
Bulughul Maram memiliki keutamaan yang istimewa karena seluruh hadis yang termuat di dalamnya kemudian menjadi fondasi landasan fikih dalam Mazhab Syafi’i.
Selain menyebutkan asal muasal hadis-hadis yang termuat di dalamnya, penyusun juga memasukkan perbandingan antara beberapa riwayat hadis lainnya yang datang dari jalur yang lain seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad dan lainya.
Karena keistimewaannya, kitab Bulughul Maram hingga kini tetap menjadi kitab rujukan hadis yang dipakai seluruh dunia tanpa mempedulikan mazhab fikihnya).
Namun Salman Al-audah mengulas hadis yang ada dalam kitab Bulughul Maram dengan pendekatan Madzhab Hambali.
Salman Al-Audah mulai menjadi oposan saat dirinya mengkritik keras kebijakan pemerintah Arab Saudi yang mendukung Amerika Serikat dalam Perang Teluk melawan Irak yang ingin menganeksasi Kuwait.
Dia menentang langkah pemerintah Arab Saudi dan mempertanyakan fatwa ulama karismatik senior Saudi Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Bin Baz) yang mendukung upaya penyerangan terhadap Irak tersebut.
Bin Baz yang pernah menyatakan halal untuk berdamai dengan Israel mendasarkan fatwanya tersebut pada dua hal.
– Pertama, ayat Alquran QS Al-Anfaal: 61. “ Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.
– Ke dua, gencatan senjata yang dibolehkan oleh Syarak (Hukum yang bersendi agama Islam), baik dalam waktu tertentu maupun secara terus-menerus.
Kedua, hal tersebut menurut Bin Baz telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang musyrik. Nabi Muhammad SAW telah berdamai dengan kaum musyrikin Makkah untuk tidak berperang selama 20 tahun. Selama waktu yang disepakati tersebut, orang-orang merasa aman dan saling menahan diri. Rasulullah SAW pun berdamai dengan banyak kabilah Arab tanpa dibatasi waktu.
Protes Salman berbuntut panjang karena dianggap melawan kebijakan kerajaan, dia ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan.
Sikap oposisi Salman tercermin pula dalam bukunya berjudul Hayya Alal Jihad. Dia mengaku butuh waktu 20 tahun untuk menuliskan pikirannya dalam buku tersebut.
Salman Al-Audah dalam bukunya mengkritik pandangan Ulama Sunni yang menyebut “ Jihad fisik sudah berakhir dan menyisakan jihad akbar yakni melawan hawa nafsu “. dia yakin jihad fisik akan tetap ada sampai hari kiamat tiba.
Kritikan Salman Al-Audah dalam bukunya berjudul Hayya Alal Jihad akirnya membuat dia dilabeli Wahabi dan diseret ke penjara.
Sikap keras Salman yang beroposisi dengan Arab Saudi akhirnya melemah dan mulai tunduk pada kepada pemerintah Arab Saudi awal tahun 2000-an. Lalu ditawari posisi di Komisi Ifta’ dan Mahkamah Syariah.
Jabatan tersebut tidak berlangsung lama karena Salman kembali menjadi oposisi kerajaan Arab Saudi. Tahun 2018 dia didakwa pengadilan setempat dengan 37 dakwaan terorisme dan dituntut hukuman mati.