IMBAS CORONA, HARGA TEMBAKAU JATUH, TAPI PETANI GAGAH MENYUMBANG DBHCHT ATASI CORONA

Jatengtime.com-Temanggung-Salah satu sektor yang terkena dampak wabah pandemi gobal Covid-19 adalah petani tembakau.

Berawal dari serapan tembakau kualitas super pada akhir masa panen 2019 di Kabupaten Temanggung yang menyisakan tangis petani akibat kenaikan cukai tembakau atau yang dikenal dengan nama Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di awal tahun 2020.

Salah satu petani tembakau sekaligus pengurus APTI (Asosiasi Petani Tembakau) Nasional, Noer Ahsan, Selasa (14/4/2020) kepada media Jatengtime.com mengatakan tembakau yang tidak terserap habis di Kabupaten Temamnggung tersebut kebanyakan di wilayah Sumbing, yang akhirnya dibeli murah oleh para pedagang atau pengepul lokal untuk terpaksa ditimbun.

Ahsan memperinci untuk harga tembakau di tingkat pedagang :
– Kwalitas F antara Rp 200.000 hingga Rp250.000 per kilogram.
– Kwalitas G dan H berkisar antara Rp500.000 per kilogram.

Sangat berbeda jauh waktu pembelian industri masih buka tahun 2019 iklim dan kualitas tembakau sangat baik diimbangi harga jual yang berpihak kepada petani. Namun setelah pembelian oleh industri tutup, maka dimanfaatkan para pengepul pemodal besar untuk ditimbun.

“ Belum hilang ingatan petani akan keterpurukan harga tembakau tahun 2019, kini petani dibuat bimbang dan pesimis karena pembelian tembakau oleh industri tahun ini menurun drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan dalih dampak Covid-19…” Ahsan.

Namun demikian penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk penanganan dan pencegahan Covid-19 seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 19/PMK.07/2020 Bab III Pasal 5 ayat 1 juga menjadi sorotan petani tembakau.

Menurut Ahsan, pihaknya berterima kasih pada pemerintah yang mengalokasikan DBHCT untuk penanganan virus Corona. Langkah itu merupakan kontribusi mulia petani tembakau yang bertujuan untuk kesehatan masyarakat Indonesia atau dengan kata lain petani tembakau terpuruk harga jual keringatnya, namun gagah telah ikut andil menyumbang penanganan virus Corona.

Ternyata di lain sisi, ada alokasi DBHCHT yang seharusnya dikembalikan ke petani tembakau, sebagaimana mandat UU Cukai, diantaranya untuk pembelian bibit, perawatan, peningkatan kualitas tanaman tembakau, dan masih banyak lagi.

“ Kami para petani tembakau meminta pada pemerintah agar mengedepankan asas keadilan (fairness) dalam mengelola dana cukai…” terang Ahsan.

Turunnya volume atau jumlah pembelian tembakau oleh pabrikan rokok, mau tidak mau membuat petani tembakau harus ekstra kreatif memutar otak dengan memanfaatkan tembakau untuk menyambung hidup menafkahi keluarga sehari-hari.

Satu-satunya jalan untuk mengatasi kelangsungan hidup adalah dengan menjual tembakau rajangan secara eceran, meski butuh waktu lama.

“ Kami harus kreatif memanfaatkan tembakau demi bertahan hidup. Terpaksa tembakau kita rajang dengan potongan halus untuk dijual eceran. Tembakau pegon (rajang semi halus) grade C dan D dijual eceran dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 80.000 per ons, sedangkan untuk Srinthil Rp150.000 per ons. Ini sesuai keputusan ketua MPIG Srinthil…” ungkap Ahsan.

Kreatifitas petani tembakau tersebut terpaksa dilakukan dikarenakan rendahnya serapan tembakau lokal pada tahun sebelumnya dan Ahsan mengklaim saat ini di Kabupaten Temanggung telah ada 30 outlet tembakau rajangan di sepanjang jalan raya Kranggan-Parakan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.