SERBA SERBI KENAIKAN TARIF BARU, BPJS, TOL HINGGA CUKAI TEMBAKAU DI TAHUN BARU

Jatengtime.com-Jakarta-Pergantian tahun baru 2012 dipastika berlakunya tarif baru layanan publik seperti iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tarif jalan tol, hingga produk petani tembakau yang enak disebut cukai rokok.

Iuran BPJS kesehatan.

Pemerintah melalui kementerian terkait telah menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan pada Oktober tahun 2019 lalu, dengan rincian :
-Untuk kelas III, dari pokok Rp 25.500 naik menjadi Rp 42 ribu/orang.
– Untuk kelas II, dari pokok Rp 51 ribu naik menjadi Rp 110 ribu/orang.
– Untuk kelas I dari pokok Rp 80 ribu naik menjadi Rp 160 ribu/orang.
– Untuk kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai APBN, tarif pokok dari Rp 23 ribu naik jadi Rp 42 ribu.

Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada wartawan, Selasa (31/12/2019) menyatakan, naiknya iuran BPJS Kesehatan per Januari 2020 berdampak dampak positif dan negatif dan juga berdampak pada kepesertaan.

Dampak positifnya, pendapatan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 akan semakin besar, walaupun kenaikan iuran tersebut dipastikan tidak akan menjamin defisit BPJS bakal teratasi.

Kenaikan iuran juga akan berdampak nyata pada potensi peserta nonaktif yang semakin besar baik PBPU maupun PBI yang bersumber dari APBD.

Bahkan diperkirakan masyarakat yang belum terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan, akan berpikir dua kali untuk mendaftar.

Dampak nyata kepesertaan akibat kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini adalah memicu sebagian besar peserta turun kelas, sehingga rumah sakit di semua daerah berusaha memiliki ruangan dengan daya tampung lebih bagi peserta kelas III.

Diperkirakan akibat lain dari kenaikan iuran ini dapat memicu 50 persen peserta kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta BPJS Mandiri bakal turun kelas. Bahkan 60 persen peserta kategori PBPU bakal nonaktif/ berhenti membayar iuran.

Timboel berharap pemerintah dan BPJS Kesehatan segera mengatasi sejumlah persoalan tersebut dan memastikan layanan JKN atau BPJS Kesehatan semakin baik.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto menjelaskan, iuran peserta Mandiri atau bukan penerima upah dan bukan pekerja kelas III tetap naik menjadi Rp 42 ribu, tetapi akan disubsidi pemerintah kenaikan iuranya, artinya peserta tetap dipokok iuran Rp 25.500.

Edy mengakui bahwa akibat kenaikan tersebut berpotensi jumlah peserta BPJS kelas III meningkat tajam pada tahun 2020.

Oleh karena itu, pihaknya meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk meningkatkan kapasitas pelayanan di rumah sakit di tiap daerah yang awalnya rata-rata 30 persen dari total kapasitas rawat inap, harus dinaikkan menjadi 50–60 persen untuk layanan kesehatan bagi peserta kelas III.

Pada bagian lain, Deputi Direksi Bidang Layanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaefudin mengakui memang ada kunjungan yang cukup tinggi untuk urusan turun kelas baru-baru ini. ’’Cukup banyak telepon masuk yang ingin diproses untuk turun kelas,’’ ujarnya. Mayoritas adalah peserta mandiri, baik dari kelas I maupun kelas II.

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari justru menilai perubahan iuran BPJS tersebut adalah wajar. Dia juga tidak khawatir soal potensi pendapatan yang berkurang.

Menurut Andayani, risiko itu pasti ada, namun sudah ada perhitungan pasti untuk biaya peserta mandiri kelas III yang berarti tidak ada tambahan beban.

BPJS Kesehatan menurutnya memberikan kemudahan khusus bagi peserta yang ingin turun kelas perawatan. Terhitung sejak 9 Desember 2019 hingga 30 April 2020, peserta mandiri yang ingin turun kelas rawatan bisa dilakukan tanpa perlu syarat yang berlaku sebelumnya (sudah berada di kelas yang lama selama setahun).

Tarif baru jalan Tol.

Tarif baru berdasar Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 1220/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember 2019 bakal dirasakan oleh pengguna.

Kenaikan itu akan diikuti dengan peningkatan pelayanan jalan tol merupakan kompensasi dari penyesuaian tarif yang sebelumnya, seperti penambahan gardu OAB (Oblique Approach Booth) dan fasilitas top-up di beberapa ruas disebut-sebut berorientasi pada kenyamanan pengguna ruas Tol.

Cukai Rokok (atau Tembakau…?)

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, diputuskan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 23 persen yang berimbas pada harga jual eceran rokok dipasaran akan juga dinaikkan hingga 35 persen mulai berlaku hari ini (1/1/2020).

Kepala Subdirektorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro kepada wartawan menyebutkan Rokok yang diproduksi sebelum tanggal 1 Januari 2020 dan masih menggunakan cukai keluaran 2019 masih diperbolehkan dijual dengan harga lama.

“ Untuk rokok lama dengan pita cukai lama, itu masih boleh beredar dijual dengan harga lama. Untuk (Rokok yang menggunakan pita cukai mulai) 1 Januari 2020 pasti naik…” kata Deni.

Kenaikan cukai rokok tidak berlaku sama untuk semua jenis rokok dengan rincian :
– Kenaikan cukai rokok berlaku untuk rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM) naik 23,29 persen.
– Cukai rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen.
– Cukai rokok Sigaret Keretek Tangan (SKT) naik 12,84 persen.
– Jenis produk tembakau olahan lainya seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai.

Terkait kenaikan cukai vape, Deni memastikan belum diputuskan. Padahal berdasarkan PMK 152/PMK.010/2019, cukai vape akan naik 25 persen dari harga yang berlaku sekarang mulai 1 Januari 2020. Saat ini tarif cukai cairan vape dikenai sebesar 57 persen dari harga jualnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menyayangkan keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok berdasarkan PMK 152/PMK.010/2019 yang dinilai cukup memberatkan pelaku usaha dan berpotensi industri rokok mengalami tren yang stagnan, bahkan cenderung menurun.

Perlu diingat, dilingkup industri rokok, juga ada petani tembakau nasional yang bergantung nasibnya pada pabrik rokok. Pada tahun 2012, tercatat jumlah pabrik rokok mencapai seribu pabrik, namun saat ini hanya tersisa 456 pabrik.

Dari 456 pabrik yang masih produksi, sisanya mengalami gulung tikar akibat biaya produksi yang terus naik, sedangkan produksi rokok turun rata-rata 1–2 persen per tahun. Harga rokok terus naik mengikuti tarif cukai.

Muhaimin menambahkan kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran 35 persen diyakini akan berpotensi maraknya peredaran rokok ilegal yang justru akan merugikan negara.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.