Jatengtime.com-Jakarta-Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi di Indonesia makin Gencar.
Namun demikian ada saja ulah oknum-oknum yang tidak suka akan keberadaan KPK juga makin gencar menyerang KPK.
Hal ini dimungkinkan banyak pihak yang mendukung keberadaan KPK, oknum-oknum tersebut di tengarai adalah juga pelaku korupsi, namun belum tertangkap.
Serangan terhadap KPK terjadi setelah KPK sukses menangkap Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba.
Oknum teman-teman ( jaksa ) Parlin Puba mulai berulah di media sosial yang ditujukan untuk menyerang kepada KPK dengan sindiran “ OTT Recehan “.
Mereka ( oknum Jaksa ) memposting berfoto sambil memegang sebuah kertas dengan tulisan “ Kami terus bekerja walau anggaran terbatas. Kami tetap semangat walau tanpa pencitraan. Kinerja kami jangan kamu hancurkan dengan #OTTRecehan..”
Postingan lain dari oknum Jaksa sambil memegang tulisan :
“ Sudah ribuan perkara korupsi kami tangani, sudah triliunan uang negara kami selamatkan. Kinerja kami jangan kamu hancurkan dengan #OTTRecehan “.
Beberapa oknum anggota DPR-RI pun tak mau tinggal diam, beberapa dari mereka berusaha menghembuskan perlawanan dengan “ Hak Angket.
Namun kembali justru pembela KPK malah mementahkan serangan-serangan oknum yang tidak suka KPK ada di Indonesia. Hak Angket di mentahkan telak termasuk biaya Hak Angket Rp 3,1 milyar dikritik pedas.
Hai ini dinyatakan dalam keterangan tertulis, Jum’at (9/6/2017) oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti yang dengan tegas mengingatkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah lembaga pemerintah, melainkan lembaga negara yang bersifat independen. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika DPR tetap “ memaksakan “ melanjutkan hak angket kepada KPK.
Rangkuti merujuk Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang dimaksud dengan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah terkait dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“ Harap dipahami, KPK bukan lembaga pemerintah dan karena itu tidak mungkin diangket…“ ujar Rangkuti.
Rangkuti bahkan menyatakan gencarnya pembentukan panitia khusus Hak Angket adalah hanya kepentingan segelintir oknum DPR semata, hanya upaya mengganggu kinerja KPK.
“ Pansus angket DPR soal KPK ini hanya semata memenuhi ambisi DPR untuk terus menerus mengganggu kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi…” kata Rangkuti.
Anggaran Rp 3,1 milyar disoroti Rangkuti sebagai dana luar biasa yang hanya dipakai untuk elite politik tentu untuk melemahkan kinerja KPK dan itu adalah menambah luka hati masyarakat Indonesia.
Pro-kontra keberadaan KPk yang mulai gencar diserang ternyata tidak menyurutkan Lembaga Anti Rasuah ini keder dan surut dalam tugas, dalam hitungan hari KPK diam-diam sukses menggelar operasi tangkap tangan (OTT) yang memporak porandakan Jawa Timur.
5 Juni 2017, Satgas KPK mengungkap kasus suap terkait pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah (Perda) di Provinsi Jawa Timur tahun 2017 dan menetapkan enam orang tersangka, salah satunya Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Mochamad Basuki.
17 Juni 2017, “ Tim senyap “ KPK kembali sukses dengan OTT kasus dugaan suap pengalihan anggaran dinas PU-PR di Mojokerto, Jawa Timur dan menetapkan empat orang tersangka, yakni Ketua DPRD Mojokerto Purnomo, dua Wakil Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq dan Abdullah Fanani, serta Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Pemerintah Kota Wiwiet Febryanto.
Dari sukses di Jawa Timur ini, Sabtu (17/6/ 2017) malam, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dikantornya mengimbau agar para Kepala Daerah, Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) untuk tidak main-main dalam menggunakan kewenangannya.Tim Senyap KPK kini sudah berada di 21 wilayah Propinsi yang siap untuk menagkap mereka yang berani korupsi.
Basaria menambahkan KPK kini sudah membuat tim-tim kusus yaitu tim Korsupga ( tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan ) dan tim Korsupdak (Koordinasi dan Supervisi Penindakan) di 21 Provinsi di seluruh Indonesia dengan tujuan agar lebih mempermudah untuk menjerat koruptor di daerah.
“ Mereka ( tim kusus ) ada di 21 daerah, provinsi. Mereka saling berkoordinasi dalam informasi. Kalau tidak berhenti juga ( melakukan korupsi ), kemungkinan akan lebih banyak lagi OTT yang kami lakukan…” kata Basaria.