SEJAK tertangkapnya hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (17/08) lalu merupakan tamparan keras bagi institusi Pengadilan Tipikor di daerah.
Setidaknya, kasus penangkapan itu merupakan cermin wajah aparat penegak hukum di daerah, apalagi Pengadilan Tipikor Semarang merupakan salah satu Pengadilan Tipikor di daerah yang dinilai banyak menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi.
“Kasus ini harus menjadi evaluasi serius tentang keberadaan, rekrutmen dan pengawasan terhadap hakim-hakim Pengadilan Tipikor,” kata Koordinator Pemantau Peradilan ICW Febri Diansyah dalam perbincangannya dengan Tribunnews.com, Senin (20/8/2012).
Dikatakan Febri, kritik ini tentu saja tertuju pada berbagai pihak, mulai dari panitia seleksi hingga pengawasan yang tidak maksimal di Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ia berharap institusi-institusi tersebut dapat bersinergi dengan KPK untuk melakukan pembenahan sistem seleksi dan pengawasan pengadilan Tipikor. Ia mengatakan, saat ini sangat perlu adanya perombakan mendasar bagi Pengadilan Tipikor daerah.
Untuk diketahui, Jumat (17/08), KPK berhasil menangkap dua hakim ad hoc Tipikor dan satu orang pengusaha di halaman Pengadilan Negeri Semarang usai upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI.
Bahkan menurut Mahkamah agung dan Komisi Ydisial , kedua hakim yang ditangkap itu memang memiliki rekam jejak yang buruk dalam penanganan kasus korupsi, papar Febri. **
Sumber : Tribun news.com
Editor: Sarbini