Memprihatinkan, setidaknya kata itu memang pantas diarahkan terhadap kehidupan rumah tangga pasangan suami istri (Pasutri) di Kota Semarang selama tahun 2012. Betapa tidak, pada semester pertama (Januari-Juni) setidaknya Pengadilan Agama Kota Semarang, menerima 1456 kasus perkara gugatan cerai ditambah 89 perkara permohonan dispensasi pernikahan dibawah umur dan izin poligami.
Dari angka tersebut, perkara yang sudah berhasil diputus oleh majelis hakim sebanyak 767 perkara sementara sisanya masih dalam proses persidangan, dan ada yang kembali rujuk setelah mendapat penjelasan dari pihak hakim, ujar Wakil Penitera Pengadilan Agama Semarang, Drs Heriyanta Budi Utama Msi.
Bahkan khusus untuk bulan Juni saja terang Heriayanta, terdapat 245 perkara yang terdiri dari cerai talak 71 perkara dan cerai gugat sebanyak 157 perkara. Sehingga jumlah perkara yang berjalan pada tahun 2012 sebanyak 1012 perkara yang terdiri dari 962 perkara dengan rincian cerai talak pihak lelaki 321, cerai gugat dari pihak perempuan 641.
Melihat kenyataan tersebut, hampir 65 % angka kasus perceraian di Kota Semarang diajukan oleh pihak perempuan dengan total 641 kasus perceraian didaftarkan ke Pengadilan Agama (PA) dan 321 kasus perceraian yang diajukan pihak laki-laki.
Drs Heriyanta Budi Utama ketika ditemui jatengtime.com di ruang kerjanya, Rabu ((25/07/2012) mengatakan secara umum tren kasus perceraian di kota Semarang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan mayoritas gugatan diajukan oleh pihak perempuan. Tingginya angka perceraian ini didominasi karena faktor ekonomi, selain itu pula kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Bahkan kata dia, mayoritas gugatan cerai oleh kaum perempuan didominasi pasangan muda yang diduga disebabkan karena kurang matangnya pasangan suami istri saat menikah. Saat memutuskan menikah, biasanya pasangan muda kurang matang secara kejiwaan sehingga saat ada pertengkaran kemudian memutuskan untuk pisah, tuturnya.**