Dinas Pendidikan dan Aparat Hukum Tutup Mata, Pungli di Sekolah Merajalela

Bulan Juni merupakan akhir Tahun Pelajaran 2011/2012 bagi sekolah, baik jenjang setingkat TK hingga SMA sederajat. Bulan Juli 2012 juga merupakan awal tahun baru pelajaran 2012/2013. Bagi orang tua yang memiliki putera-puteri masih duduk di bangku sekolah maupun yang akan melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi dipastikan mengalami kesulitan cukup berarti.

Kesulitan itu tentunya dipicu oleh tingkah polah sejumlah sekolah yang melakukan pungutan uang dengan berbagai dalih, uang daftar ulang bagi siswa yang naik kelas, uang administrasi pengambilan buku rapor (Hasil peniaian belajar siswa) maupun uang pengambolan ijazah atau pun uang pangkal dengan dalih untuk dana pembangunan,biaya bangku dan beli pakaian siswa di sekolah yang mereka tuju.

Berbagai modus penarikan sejumlah uang bagi peserta didik tentunya sangat bertentangan dengan berbagai aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah agar sekolah tidak melakukan berbagai pungutan terhadap peserta didik. Namun, peraturan hanya tinggal peraturan, sejumlah sekolah yang ada di Kota Semarang maupun di kota dan Kabupaten lain di Jawa tengah masih tetap membandel dan menjadikan ajang naik kelas, pengambilan ijazah maupun penerimaan peserta didik baru untuk melakukan pungli terutama bagi sekolah negeri.

Meski sudah menjadi rahasia umum, namun, praktik pungli yang dilakukan oleh sejumlah oknum kepala sekolah SD/MI dan SMP/MTs negeri maupun swasta tersebut masih terus berlangsung. Bahkan tidak sedikit orang tua peserta didik mengeluhkan sikap sekolah dimaksud.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan besar berbagai kalangan, hingga kini pihak aparat hukum maupun Dinas Pendidikan setempat masih tutup mata alias cuek atas maraknya pungli yang dilakukan sejumlah sekolah dengan berbagai dalih tersebut.

Jika ditelisik secara mendalam, Pemerintah melalui PP No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan jelas menegaskan bahwa sumbangan tidak boleh dikaitkan dengan proses akademik seperti penerimaan peserta didik/PPD, kelulusan, dan proses akademik lainnya.

Peraturan Pemerintah itu merupakan salah satu yang termasuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Jadi tindakan pungutan dalam penerimaan ijazah jelas melanggar peraturan perundang-undangan tersebut.

Bahkan aturan lain, menurut salah seorang pemerhati pendidikan Suwignyo Rahman, MM kepada jatengtime.com mengatakan, khusus untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTs sederajat berdasarkan Peraturan Meteri Pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) Mo 60/2011 yang diberlakukan Januari 2012 jelas- jelas menengaskan bahwa sekolah setingkat SD/MI maupun SMP/MTs tidak dibenarkan memungut uang apapun. Meskipun ada poin yang memperbolehkan dalam Permendikbud tersebut harus se izin aparat yang berwenang seperti walikota atau bupati, tegasnya.

Berdasarkan penelusuran Jateng Time.com di sejumlah sekolah baik di Kota Semarang maupun di Kabupaten lain ditemukan sejumlah sekolah negeri maupun swasta dari SD/SMP?SMA sederajat melakukan pungli dengan berbagai dalih sehingga memberatkan para orang tua peserta didik.

Bahkan ada disatu sekolah yang menahan ijazah peserta didiknya lantaran belum bisa membayar sejumlah uang sehingga si anak dimaksud tidak bisa mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi hanya gara-gara belum memiliki ijazah lantaran belum membayar uang yang diminta piohak sekolah.

Dan yang lebih parah lagi, di salah satu sekolah SMA Swasta di wilayah Mranggen, Demak pihak sekolah bersitegang dengan pihak calon orang tua peserta didiknya lantaran pihak sekolah tidak mau mengembalikan uang yang sudah di bayarkan ke pihak sekolah tetapi si anak tidak jadi masuk ke sekolah tersebut lantaran mau masuk ke sekolah lain.

Mengaca dengan situasi demikian, sepertinya pihak sekolah ditenggarai memiliki aturan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Kenapa, disaat pendaftaran maupun pembayaran uang muka untuk masuk sekolah tersebut tidak satupun aturan yang mengatur uang tidak bisa dikembalikan jika si anak tidak jadi melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut apalagi aturan itu tidak ditandatangani orang tua atau calon siswa.

Bahkan kata Suwignyo, jika ada sekolah yang bersikap demikian seharusnya pihak orang tua peserta didik harus melaporkan perbuatan sewenang-wenang pihak sekolah itu ke Polisi ataupun Kejaksaan sehingga persoalan itu dip roses secara hukum. tegasnya.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.