Jatengtime.com-Japara-Ratu Kalinyamat yang bernama asli Retno kencono, adalah puteri Sultan Trenggono, raja Demak ke ketiga (1521-1546) terkenal karena bersama armada lautnya gigih melawan penjajah Portugis.
Berawal dari perang saudara di Kerajaan Demak.
Perjuangan Ratu Kalinyamat dimulai setelah terlibat dalam perang saudara yang terjadi di Kerajaan Demak, yang merenggut nyawa kakaknya Sunan Prawoto dan suaminya Pangeran Hadiri atau Hadlirin.
Retna Kencana menikah dengan Pangeran Hadiri, yang berasal dari luar Jawa. Kemudian mereka mendirikan kampung di wilayah yang saat ini masuk Kecamatan Kalinyamatan, dan bergelar Adipati Jepara.
Semasa hidupnya Ratu kalinyamat dan suaminya tidak memiliki anak, tetapi mempunyai beberapa anak asuh, salah satunya adalah Pangeran Harya Panggiri, putra Maulana Hasanuddin, (Raja pertama Kesultanan Banten yang memerintah antara 1526-1570).
Perang saudara keturunan raja-raja Demak diawali dengan terbunuhnya Sunan Prawoto (Kakak kandung Ratu Kalinyamat) dengan cara ditikam dadanya oleh Rungkud dengan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus, tembus punggung bahkan tembus ke tubuh istrinya.
Rungkud yang kemudian berhasil dibunuh Sunan Prawoto di sisa tenaganya adalah utusan Arya Penangsang, sepupunya sendiri yang menjadi adipati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya, kemudian dia dan suaminya berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal Sultan Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat dan suami datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya.
Sunan Kudus menjelaskan semasa mudanya, Raden Mukmin alias Sunan Prawata (putra sulung Sultan Trenggono) lewat pengawalnya Ki Surayata pernah membunuh Raden Kikin alias Pangeran Surowiyoto (Putra Sulung Raden Fatah).
Raden Kikin adalah Adipati Babagan Caruban Lasem lahir dari Permaisuri Raden Fatah yang bernama Putri Solekha, anak dari Adipati Lasem pasangan Pangeran Wironegoro dengan Nyai Ageng Malokha Binti Sunan Ampel.
Radin Kinkin adalah ayah Aryo Penangsang, penguasa Jipang yang terkenal mempunyai Gagak Rimang, kuda hitam yang tangguh dan keris sakti Setan Kober. Jadi menurut Sunan Kudus wajar kalau Sunan Prawata mendapat balasan setimpal.
Ayah Aryo Penangsang dibunuh Ki Surayata sepulang sholat Jum’at di tepi sungai, hingga dikemudian hari terkenal dengan sebutan ‘Pangeran Sekar Seda Lepen’ (bunga yang gugur di sungai). Sedangkan Ki Surayata berhasil dibunuh para pengawal Raden Kikin.
Mendapat penjelasan Sunan Kudus ini, Ratu Kalinyamat dan suaminya kecewa, kemudian memilih pulang ke Jepara.
Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Suami Kalinyamat tewas, sedangkan Ratu Kalinyamat berhasil melarikan diri sambil membawa jenazah suaminya melewati daerah Kaliwungu, Pringtulis, Mayong, Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Retna Kencana menggantikan peran suaminya sebagai penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat dengan tanda sengkala ‘Trus Karya Tataning Bumi’ yang bertanggal 10 April 1549, sebagai kerajaan maritim selama 30 tahun, yakni dari 1549-1579.
Sejak resmi menjadi penguasa tunggal di Jepara, ia memberi perhatian besar pada bidang politik dan membangun militer yang kuat serta mengandalkan laut sebagai sumber utama penghidupan rakyatnya.
Sejarawan bernama Burger menyatakan bahwa meski daerah kekuasaannya kurang subur, Ratu Kalinyamat memiliki empat kota pelabuhan masing masing di Jepara, Juana, Rembang, dan Lasem yang berfungsi sebagai tempat transit dan pengekspor gula, madu, kayu, kelapa, dan palawija, yang menjadi komoditas perdagangan antar pulau bahkan antar bangsa.
Gigih melawan Portugis
Ratu Kalinyamat memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia khususnya dalam melawan bangsa Portugis pada abad ke-16 yang telah bercokol di Malaka.
Dengan kepemilikan angkatan laut yang besar dan kuat, Ratu Kalinyamat diminta oleh Raja Johor, Malaysia untuk membantu melawan Portugis pada 1550. Ratu Jepara ini lantas mengirimkan 40 armadanya yang berkekuatan hingga 5.000 prajurit. Serangan itu gagal, namun semangat patriotisme Ratu Kalinyamat tidak langsung padam.
Sekitar 24 tahun kemudian, tepatnya pada Oktober 1574, Portugis melaporkan bahwa pemimpin persekutuan Hitu di Ambon juga pernah meminta bantuan militer kepada Ratu Kalinyamat.
Ratu kalinyamat mengirim ekspedisi militer laut Jepara digabungkan dengan tentara dari Aceh berkekuatan 300 kapal (80 kapal di antaranya berukuran sangat besar) dengan jumlah prajurit mencapai 15.000 orang guna menggempur kedudukan Portugis di Malaka.
Serangan hebat Ratu Kalinyamat kali ini berhasil mematahkan dominasi Portugis meski harus mengorbankan 2.000 nyawa tentaranya.
Berkat keberanian dan pemikiran besarnya, nama Ratu Nyamat meninggalkan kesan bagi beberapa bangsa Portugis. Diego de Conto, seorang penulis berkebangsaan Portugis, menjuluki Ratu Kalinyamat sebagai ‘Rainha de Jepara senhora Poderosa e ride’ (Ratu Jepara seorang perempuan kaya dan mempunyai kekuasaan besar).
Ada pula pembesar Portugis yang menyebut Ratu Kalinyamat sebagai ‘De Kranige Dame’ (perempuan tangguh dan gagah berani yang tidak kenal takut).
Sejarah menyebut Ratu Kalinyamat empat kali melawan Portugis di Malaka dan Maluku.
– Tahun 1551 Ratu Kalinyamat bersama kerajaan Johor menyerang Portugis dengan mengirim pasukan ke Malaka.
– Tahun 1564-1565 Ratu Kalinyamat mengirim bantuan ke Hitu untuk menyelamatkan pasukannya.
– Tahun 1568 Ratu Kalinyamat mengirim kembal pasukanya untuk bertempur di Malaka.
– Tahun 1568 terakhir Ratu Kalinyamat mengirim pasukan ke Malaka untuk berperang melawan Portugis.
Berjasa mengenalkan seni ukir khas Jepara.
Selain menjadi Laksamana tempur perempuan tangguh, Ratu Kalinyamat juga berjasa sebagai tokoh yang berperan penting dalam mengenalkan seni ukir khas Jepara.
Ketika Pangeran Hadiri masih hidup dan memerintah Jepara, ayah angkatnya yang bernama Tjie Hwio Gwan diangkat menjadi patih dengan gelar Patih Sungging Badar Duwung.
Dari Patih Sungging Badar Duwung inilah yang kemudian mengajarkan seni ukir pada warganya hingga sampai saat ini Jepara sangat mahsyur akan seni ukir yang terkenal hingga luar negeri.
Ratu Kalinyamat juga mendirikan masjid Mantingan pada 1559 dan jejak sejarah seni ukirnya masih bisa dilihat di makam Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan.
Setelah Ratu Kalinyamat meninggal pada 1579, penggantinya adalah salah satu putra angkatnya, yakni Harya Panggiri bergelar Pangeran Jepara dan kemudian menjadi Bupati Demak (1582 – 1586).
Berikut nama-nama raja/ pemimpin di Demak dari awal berdiri hingga sekarang:
– Pangeran Jimbun/Sultan Fatah (1478-1518).
– Raden Makasar/Sultan Patiunus (1518-1521).
– Raden Haryo/Sultan Trenggono (11521-1546).
– Masa kosong situasi perang saudara (1546-1560).
– Raden Mas Karebet/Sultan Hadiwijoyo (1560-1575).
– Masa transisi kerajaan pindah ke Pajang (1575-1582).
– Adipati Haryo Panggiri (1582-1586).
– Tumenggung Wironegoro (1586-1606).
– Adipati Haryo Negoro (1606-1613).
– Ki Ageng Batang (1613-1616).
– Adipati Yudonegoro (1616-1617).
– Ki Ageng Gombong (1617-1619).
– Masa penjajahan (1619-1621).
– Ki Ageng Seda Laren (1621-1646).
– Masa penjajahan (1646-1649).
– Adipati Mangku Projo (1649-1701).
– Masa penjajahan (1701-1734).
– Adipati Wiryokusumo/Panembahan Krapyak (1734-1757).
– Adipati Somodiningrat Kaloran (1757-1760).
– Ki Ageng Bogor (1760-1763).
– Masa kosong tanpa pemimpin (1763-1772).
– Ki Ageng Kaliwungu (1772-1776).
– Haryo Nagoro/Raden Brotokusumo (1776-1781).
– Adipati Wiryo Hadinegoro (1776-1801).
– Situasi kosong pemimpin, Pangeran Cokro Negoro membangun Pendopo Kadipaten (sekarang kabupaten Demak) (1801-1845).
– Kanjeng Pangeran Haryo Condronegoro IV (1845-1864).
– Kanjeng Pangeran Haryo Poerbodiningrat (1864-1881).
– Kanjeng Pangeran Haryodiningrat /Suryodiningrat (putra kasunanan Surakarta) (1881-1901).
– Masa penjajahan (1901-1918).
– Kanjeng Raden Tumenggung Cokro Hamijoyo (1918 -1923).
– Kanjeng Raden Tumenggung Sosro Hadiwijoyo (1923-1936).
– Raden Iskandar Tirto Kusumo (1936-1942).
– Raden Soepangat (1942-1945).
– Raden Haryo Joyo Sudarmo (1945-1948).
– Kanjeng Tumenggung Rawuh Rekso Hadiprojo (1948-1949).
– Raden Soekirdjo (1949-1953).
– Raden Soekandar (1953-1957).
– Raden Sidoel Karta Atmojo (1957-1958).
– Raden Indriyo Yatmopranoto (1958 -1966).
– Doemami, SH (1966-1972).
– Drs. Mochamad Adnan Widodo (1972-1973).
– Drs. Winarno Surya Adi Subraya (1973-1978).
– Drs. Soedomo (1978-1984).
– Kolonel AD. Edy Sumartha (1984-1985).
– Drs. Waluyo Cokrodarmanto (1985-1986).
– Kolonel AD. Soekarlan (1986-1996).
– Kolonel AD. Djoko Widji Suwito, SIP (1996-2002).
– Dra. Endang Setyaningdyah, MM (2002-2006).
– Drs. Tafta Zani, MM (2006-2012).
– Drs. Mohammad Dachirin Said, SH, M.Si (2012-2015).
– Drs. Muhammad Natsir (2016-2021).
– dr. Eistianah, SE (2021-2026).
Aksi heroik Ratu Kalinyamat melawan penjajahan sangat menginspirasi Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak, sehingga kini jasanya sangat pantas diapresiasi dengan mendapat gelar Pahlawan Nasional.