MENGENANG KEMBALI TRAGEDI MEMILUKAN, GEMPA BUMI JOGJA, SABTU WAGE 27 MEI 2006, 5.700 LEBIH MENINGGAL DUNIA

Headline, Nasional, Sosial719 Dilihat

Jatengtime.com-Bantul-Gempa bumi Bantul yang terjadi Jum’at 30 Juni 2023 seakan membuka lembaran kelabu, yaitu gempa bumi besar yang terjadi di wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau yang dikenal dengan Gempa Jogja, Sabtu Wage, 27 Mei 2006, pukul 05.54 WIB. Lebih dari 5.700 warga meninggal dunia.

Lokasi gempa di Perairan Wilayah Bantul, D.I.Yogyakarta mengguncang wilayah Yogyakarta dan sekitarnya berasal dari perairan laut selatan wilayah Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta.

Posisi episentrum gempa yang terjadi saat itu pada koordinat 8,26 Lintang Selatan ( LS ) dan 110,33 Bujur Timur ( BT ) atau pada jarak 38 KM selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 KM.

Gempa Jogja 2006 terjadi akibat proses tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia pada jarak sekitar 150 KM hingga 180 KM ke arah selatan dari garis pantai Pulau Jawa.

Pusat gempa berada di Sungai Opak Dusun Potrobayan, Sriharjo, Pundong, Bantul. Dari Pundong sebagai titik episentrum dan jalur gempa menuju ke Klaten.

Gempa bumi paling mematikan di dunia kurun waktu 2000-2023

Gempa Jogja 2006 yang terjadi sekitar pada pukul 05.54 WIB, berkekuatan Magnitudo ( M ) 6,3 berlangsung ‘ hanya 57 detik ’ tercatat dalam sejarah sebagai gempa paling mematikan di dunia yang terjadi pada rentang tahun 2000-2023 dan menempati posisi ke-9 dengan jumlah korban jiwa yang meninggal dunia.

Dari data BPBD Bantul, total korban meninggal mencapai 5.782 jiwa dan 26.299 luka berat serta ringan. Sementara jumlah rumah warga rusak total 71.763, rusak berat 71.372, dan 66.359 rumah rusak ringan.

Banyak korban meninggal karena tertimpa bangunan roboh. 

Dwi Daryanto, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, menyebut bahwa bukan gempa yang membunuh manusia tetapi bangunan roboh yang menimpa warga, korban luka karena kepanikan.

“ Berkaca dari fenomena gempa Jogja 2006, para ahli mengingatkan bukan gempa yang membunuh manusia. Namun bangunannya. Korban meninggal pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh. Sementara itu korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa…” kata Dwi.

Tidak ada tanda-tanda sebelum terjadi gempa.

Dr. Raditya Jati Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengungkapkan bahwa teknologi ciptaan manusia belum mampu untuk memprediksi kapan gempa akan terjadi. sebelum Gempa Jogja 2006 terjadi, tidak ada tanda atau prediksi apapun.

“ Gempa bumi dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda pasti dan dapat terjadi kapan pun. Teknologi ciptaan manusia belum mampu untuk memprediksi waktu gempa akan terjadi…” kata Raditya.

Kondisi Gempa Jogja 2006 yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah waktu itu benar-benar Chaos.

Untuk menghindari bahaya sengatan listrik, PLN terpaksa mematikan jaringan, akses berita hanya mengandalkan radio. Simpang siur mitigasi bencana, kabar hoaks muncul di mana-mana dari pesan berantai. Maling justru memanfaatkan kesempatan warga meninggalkan rumah lupa mengunci pintu.

Didirikan monumen gempa Bantul 2006.

Dikutip dari laman resmi Kelurahan Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, gempa bumi Jogja 2006 tersebut berpusat pada titik pertemuan antara sungai opak dengan sungai Oya di Dusun Potrobayan, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Untuk mengenang tragedi memilukan tersebut kemudian dibangun sebuah monumen untuk mengenang tragedi Gempa Bantul 2006, mengingatkan dan meningkatkan kesadaran warga Bantul terhadap tanggap bencana. Waktu itu, masyarakat masih awam dengan mitigasi bencana gempa bumi.

Disusul erupsi Gunung Merapi.

Setelah kejadian gempa Bantul 2006, 14 Juni 2006 Gunung Merapi mengalami erupsi. Dikutip dari laman resmi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG ) menyebutkan bahwa terekam pada jaringan seismik Gunung Merapi, telah terjadi gempa susulan pasca kejadian gempa dihari pertama sekitar 115 kali gempa susulan. Hari berikutnya, gempa susulan semakin berkurang.

Akibat dari adanya gempa tersebut terjadi peningkatan kecepatan pada pertumbuhan kubah lava Gunung Merapi yang semakin tidak stabil. Terjadi awan panas 94 kejadian/ hari dan akhirnya terjadi Erupsi Gunung Merapi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.