BEM UNISIA BERHARAP MK KABULKAN SYARAT CAPRES-CAWAPRES MINIMAL GUBERNUR

Jatengtime.com-Jakarta-BEM Unisia (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia) berharap MK kabulkan syarat Capres-Cawapres minimal Gubernur dalam perkara No. 141/PUU-XXI/2023 yang diajukan Brahma Aryana Mahasiswa Fakultas Hukum Unusia.

Permohonan Brahma yang penting salah satunya pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi :
‘Batas usia capres-cawapres paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi (Gubernur)’.

Hal itu ditegaskan Ketua BEM Unusia Aldi Hidayat dalam keterangannya, Kamis, 16 November 2023, bahwa kencangnya isu dinasti politik menjadi gangguan tersendiri terhadap jalannya demokrasi Indonesia, jelang Pilpres 2024.

“ Kami melihat bahwa politik dinasti ini tidak betul berada di dalam ruang lingkup negara yang menganut paham demokrasi…” tegas Aldi.

BEM Unusia juga menyoroti putusan MK yang dipimpin Anwar Usman yang tak lain adalah paman Gibran Rakabuming Raka, adik ipar presiden Joko Widodo, diduga sengaja meloloskan capres-cawapres boleh di bawah usia 40 tahun asal pernah menjadi kepala daerah hasil pemilu, adalah sebuah kongkalikong kekuasaan untuk meloloskan Gibran.

Dengan dikabulkannya gugatan umur oleh MK yang dipimpin Anwar Usman (walaupun sekarang sudah dinon aktifkan MKMK) menurut Aldi, tidak lepas dari adanya kepentingan politik yang menginginkan Gibran maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 tidak terhalang aturan usia minimal 40 tahun.

“ Makanya diduga kuat adanya penyalahgunaan kekuasaan MK untuk memutuskan perkara umur ini…” ujarnya.

BEM Unusia juga meminta pihak terkait memberikan penjelasan ke publik terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang ternyata tidak berdampak terhadap putusan MK no 90.

“ Sikap BEM Unusia sangat kecewa dengan putusan MKMK yang tidak berdampak terhadap putusan MK no 90…” ungkapnya.

Tak lupa BEM Unusia mengajak seluruh elemen BEM di daerah dan seluruh Indonesia untuk terus mengawal dan menolak terhadap putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023 serta mendorong semua pihak untuk kritis melakukan eksaminasi yang menurut mereka bermasalah secara konstitusional.

Aldi juga menyebut pihaknya akan menggalang dukungan terhadap perkara No. 141/PUU-XXI/2023 permohonan Brahma Aryana Mahasiswa Fakultas Hukum Unusia.

Sehingga, pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”

“(Dukungan terhadap permohonan Brahma) Sebagai bentuk perlawanan atas putusan 90 yang kita lihat itu sebagai awal dari politik dinasti…” ujarnya.

Sebelumnya, dirilis dari situs resmi Mahkamah Konstitusi Rabu, 08 November 2023 | 16:18 WIB berita sekaligus foto, ditulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bernama Brahma Aryana mengajukan uji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Berdasarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Kepaniteraan MK meregistrasi permohonan Brahma Aryana dengan Nomor 141/PPU-XXI/2023. Sidang perdana perkara ini digelar pada Rabu (8/11/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Brahma Aryana (Pemohon) menghadiri sidang didampingi kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa.

Dalam sidang Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Viktor menyatakan, pasal tersebut pada frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, adalah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah tingkat provinsi”.

Pemohon menilai pasal tersebut menimbulkan ketidak-pastian hukum karena pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tersebut. Pasal tersebut memunculkan pertanyaan, apakah pada pemilihan kepada daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota. Atau dalam rezim pemilu, apakah pemilihan DPR, DPRD, atau DPD.

Adanya pemaknaan yang berbeda-beda ini menimbulkan ketidak-pastian hukum apabila dilihat dari legitimasi amar putusan atas frasa yang telah dimaknai oleh MK tersebut.

Sederhananya, melalui permohonan ini Pemohon menginginkan ‘hanya gubernur’ yang belum berusia 40 tahun yang dapat mengajukan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.

“ Terhadap pemaknaan yang dituangkan dalam amar putusan (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) yang mengikat menggantikan ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 telah membuka peluang bagi setiap warga negara yang pada usia terendah 21 tahun dapat mendaftarkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden sepanjang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Hal tersebut tentunya dapat mempertaruhkan nasib keberlangsungan negara Indonesia yang memiliki wilayah sangat luas serta memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Sehingga dibutuhkan pemimpin negara yang berpengalaman dan kemapanan mental serta kedewasaan dalam memimpin…” terang Viktor.

Atas dalil-dalil tersebut, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa :

“yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi.”

Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi :

“ Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi.”

Tidak terkena asas Ne Bis In Idem.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihat Majelis Sidang Panel menyebutkan permohonan ini merupakan Pemohon pertama yang tidak terkena asas ne bis in idem karena pasal yang diujikan telah dimaknai dan perdana diajukan pengujiannya ke MK.

Ne bis in idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.

Daniel bahkan mempertegas dalil kepada Pemohon…Apakah dalil yang ada Pemohon hanya ingin minta penjelasan Mahkamah? Atau sekadar memastikan mayoritas dari Putusan 90/PUU-XXI/2023 mempersyaratkan yang dipilih pada pemilihan umum…!”.

Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan catatan nasihat tentang misi yang diinginkan Pemohon sejatinya sudah terakomodir pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Guntur juga menasihati Pemohon agar untuk memahami Pasal 56 UU MK yang intinya menyatakan jenis putusan-putusan MK.

“ Pada pasal itu, ada amar dan dissenting dan concurring opinion. Ini hukum acaranya di sini, dengan ini akan paham arti dari dissenting opinion yang NO dan Tolak. Sedangkan yang Kabul sekian hakim itu, berarti ada alasan berbeda. Pahami konteksnya…” jelas Guntur.

Hakim Konstitusi Suhartoyo menambahkan nasihat mengenai perlu bagi Pemohon untuk menyertakan legal standing yang diperkuat dengan argumen agar berlaku hanya untuk gubernur, penting dilekatkan posisi Pemohon pada saat ini yang bukan pejabat yang dimaksudkan pada permohonannya.

“ Pasal ini sebenarnya untuk kepentingan siapa saja sebenarnya, ini harus diberikan argumentasinya…” jelas Suhartoyo.

Terakhir, BEM Unusia menyatakan menolak segala bentuk tindakan baik secara politik maupun hukum yang dapat melegitimasi dan berpihak pada terbentuknya dinasti politik di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.