Jatengtime.com.Com-Pati-Diduga banyak upaya politisasi dan memplintirkan kewenangan dalam tupoksi Kepala Desa (Kades) Forum Kepala Desa Indonesia (FKDI) Jawa Tengah terus meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan Judicial Review ( Menguji kembali ) undang-undang (UU) Desa Nomor 6 tahun 2014 dikarenakan fakta dilapangan, banyak pasal yang dinilai sudah tidak relevan bahkan melanggar kearifan lokal sebuah desa.
Dalam UU Desa Nomor 6 tahun 2014 salah satu yang banyak dinilai justru terkesan dipolitisasi dan memplintirkan ( Dengan dalih Perda dan lain-lain ) adalah pasal 26 ayat 2 (b) tentang Hak Kepala Desa untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
Ketua FKDI Jateng, Bambang Untoro dalam acara Deklarasi FKDI Pati di Kecamatan Gunungwungkal, Rabu (29/12/2021) lalu mengatakan pihaknya, sudah mengajukan dan mendaftarkan sebanyak 25 pasal dalam UU tersebut agar diadakan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“ Menyikapi berbagai persoalan yang bertentangan dengan kearifan lokal diberbagai desa serta tidak relevan diterapkan dibeberapa desa yang tentunya dengan kultur daerah dan budaya, maka FKDI telah meminta MK untuk mengadakan Judical Review. Kita sangat berharap Mk obyektif dan kita tunggu hasilnya…” kata Bambang.
Kepala Desa berhak mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
Ketua FKDI Jateng yang menjabat Kepala Desa Wonokerto, Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak ini menambahkan telah ditemukan berbagai kelemahan dalam UU Desa yang diberbagai daerah sulit dilaksanakan.
“ Sejak Undang-Undang Desa lahir tahun 2014, belum ada pergerakan dan belum selaras apa yang dijalankan dilapangan. Satu contoh di pasal 26 ayat 2 (b) di situ sangat jelas bahwa kepala desa berhak mengangkat dan memberhentikan perangkat desa. Akan tetapi yang terjadi kepala desa malah membentuk tim, jadi sangat jauh dari amanat undang-undang Desa…Tegasnya.
Beda sebutan Kepala Desa, bisa beda arti dan kewenangan.
Bambang juga jeli menyoroti sebutan Kepala Desa dalam pasal tersebut yang tidak relevan dan berpotensi beda arti dalam kewenangan para pemimpin desa ini.
“ Sebutan atau nama pun sudah tak relevan, di pasal tersebut hanya tertulis Kepala Desa. Jadi saudara kita yang di Aceh dengan Datuk Penghulu tidak bisa membentuk dong. Karena tidak disebut di undang-undang. Termasuk daerah Pati, Jepara dan sekitarnya dengan sebutan Petinggi…” imbuhnya.
Kades yang sukses mengajak warganya dalam capaian vaksinasi hingga 95 % ( yang 5 % adalah warga yang sedang sakit ) menyebut, hadirnya FKDI di Bumi Mina Tani ( Pati ) ini mempunyai tugas salah satunya menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di desa. Mengingat, apa yang terjadi selama ini belum sesuai amanah dan cita-cita undang-undang desa.
“ Saya tegaskan, FKDI dibentuk untuk bukan untuk tandingan forum lain yang ada, tetapi hadir untuk mempersatukan kepala desa yang ada di Indonesia, terutama di Jawa Tengah. Tujuan kita menginventaris permasalahan yang ada di desa, terkait regulasi yang ada. Ini murni masukan dan aspirasi kades. FKDI punya agenda besar mengembalikan hak, asal usul dan kewenangan kades. Sehingga harapan kami teman-teman kades bisa kompak satu tujuan dan persepsi sehingga terciptalah harmonisasi, keamanan, dan ketertiban di NKRI. Jika desa maju, maka negara makin kuat…” pungkasnya.