AUDIENSI PERWAKILAN KADES DENGAN DPRD, KETUA DEWAN : RESTRUKTURISASI KEWENANGAN DESA

Jatengtime.com-Demak-Buntut aksi walk out sejumah kepala desa, meninggalkan acara sosialisasi Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang SOTK Pemerintah Desa beserta Perbup Nomor 69 Tahun 2020 dan Perda Nomor 8 Tahun 2020 perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2018 beserta Perbup Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa yang berlangsung dipendopo Kabupaten Demak, Senin (19/10/2020) lalu berlanjut.

Para Kades yang pastinya akan menjadi sasaran konflik dengan perangkat dan masyarakat desa yang tidak setuju adanya perda tersebut, berpegang teguh dengan undang undang no 6 thn 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa yang jelas itu kewenangan kepala desa, mengadukan nasibnya dengan melakukan audiensi dengan DPRD kabupaten Demak.

Audiensi perwakilan paguyuban Kades Demak, Selasa (27/10/2020) diterima ketua dewan Fahrudin Bisri Slamet, dan wakil ketua dewan Masykuri beserta Kabag Hukum Pemkab Demak Niken untuk menyatukan presepsi agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan pada Kades tidak menjadi tumbal di desa masing-masing.

Saat penyusunan tidak melibatkan para Kades, Perangkat Desa dan BPD ?

Mursyid, Ketua Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Dempet menyatakan dalam penyusunannya Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang SOTK Pemerintah Desa beserta Perbup Nomor 69 Tahun 2020 dan Perda Nomor 8 Tahun 2020 perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2018 beserta Perbup Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat, kepala desa, perangkat desa serta BPD tidak pernah dilibatkan.

“ Kami (para kades) menilai penyusunan regulasi terkait desa ini, diduga cacat adminstrasi. Dalam penyusunannya tidak ada publik hearing, tidak melibatkan steakholder yang ada seperti kepala desa, perangkat desa serta BPD…” kata Mursyid.

Perda Nomor 8 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dianggap banyak pasal-pasal dalam perda tersebut bertentangan dengan peraturan perundang – undangan di atasnya, ternyata saat ini sedang diajukan uji materi oleh salah satu warga Demak ke Mahkamah Agung.

“ Karena berbagai alasan dan petimbangan, ma’af…kami walk out dalam acara dipendopo kemarin…” pungkas Mursyid.

Perbup Nomor 69 Tahun 2020 sebagai petunjuk pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang SOTK Pemdes, juga dinilai sudah menyimpang jauh dari amanat peraturan perundang – undangan yang berlaku dan bepotensi membenturkan kades dengan perangkat desa bahkan masyarakat.

“ Seperti contohnya, terkait restrukturisasi, mulai pasal 9 -14 di perbup ini, apakah kami para kades malah dibenturkan antara kades dengan perangkat desa bahkan masyarakat. Kalau sampai terjadi konfik…? siapa yang akan bertanggung jawab…? Tentunya kami para kades yang menjadi tumbal, karena para kades yang tiap saat bersama masyarakat, sementara pemerintahan yang diatasnya pasti tidak menanggung akibatnya…” ngkap salah satu kades dari Mranggen.

Restruktisasi adalah kewenangan desa

Ketua Dewan Fahrudin Bisri Slamet menanggapi keluh kesah yang dirasakan para kades serta jawaban Kabag Hukum Pemkab Demak menyatakan bahwa salah satu fungsi dan tugas pokok dewan adalah memfasilitasi bebagai masalah dan kepentingan dari seluruh elemen masyarakat dan berusaha mencari solusi terbaik.

Slamet juga mendukung upaya uji materi terkat Perda Nomor 8 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dan berharap semua pihak bersabar menunggu hasil uji materi sembari menegaskan bahwa restruktisasi adalah kewenangan desa.

“ Sementara saya harap bisa menghormati proses hukum uji materi ang saat ini diajkan ke Mahkamah Agung. Dan saya tegaskan bahwa restruktisasi adalah kewenangan desa…” ungkap Slamet.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.