Jatengtime.com-Jakarta-Sikap tegas Presiden Joko Widodo menolak wacana pemulangan 660 eks warga negara Indonesia, eks anggota ISIS di Suriah (https://www.jatengtime.com/2020/02/05/jokowi-kalau-bertanya-kepada-saya-pulangkan-wni-eks-isis-saya-akan-bilang-tidak.html) menuai banyak dukungan dan simpatik.
Sikap tegas Jokowi didukung salah satunya dari mantan narapidanan kasus terorisme Muhammad Sofyan Tsauri yang khawatir akan potensi buruk yang ditimbulkan akibat pemulangan 660 eks warga negara Indonesia, eks anggota ISIS di Suriah.
Sofyan, (seperti dikutip dari teropongsenayan dan law justice.co) yang mantan narapidana, Kamis (6/2/2020) dan pernah bergabung dengan Jamaah Anshar Daulah (JAD) menegaskan para teroris menurutnya tidak mampu sepenuhnya meninggalkan pemahamannya.
“ Saya termasuk orang yang nggak setuju (pemulangan teroris) walaupun saya mantan teroris, karena saya tahu betul bahwa pemahaman ini sangat berbahaya…” kata Sofyan.
menjelaskan, tren baru anggota teroris yang melibatkan perempuan dan anak-anak menunjukkan betapa nekatnya orang-orang yang telah terpapar ideologi terorisme. Keadaan seperti itu akan menjadi kendala bagi pemerintah yang hendak memulangkan mereka dari Timur Tengah ke Tanah Air.
Presiden Joko Widodo dengan tegas menolak wacana pemulangan 600 warga negara Indonesia bekas anggota ISIS di Suriah. Pandagan yang sama juga disampaikan oleh Muhammad Sofyan Tsauri, mantan narapidanan kasus terorisme. Selain khawatir akan potensi buruk yang ditimbulkan, para teroris menurut dia tak sepenuhnya mampu meninggalkan pemahamannya.
“Saya termasuk orang yang nggak setuju walaupun saya mantan teroris, karena saya tahu betul bahwa pemahaman ini sangat berbahaya,” kata Sofyan.
Apalagi menurut pengamatan Sofyan, tren baru anggota teroris ISIS yang (sengaja) melibatkan perempuan dan anak-anak menunjukkan betapa nekatnya orang-orang yang telah terpapar ideologi terorisme.
Tren baru tersebut menurut Sofyan Keadaan akan menjadi kendala serta menjadi salah satu pemikiran bagi pemerintah yang hendak memulangkan mereka dari Timur Tengah ke Tanah Air.
Namun Sofyan, mantan teroris yang juga pernah menjadi anggota Polri menyarankan pemerintah perlu mengambil langkah identifikasi yang ketat terhadap mereka, jika merasa pemerintah merasa perlu bertanggung-jawab atas hak warga negaranya.
“ Perlu ada scanning khusus. Saya kira pemerintah punya upaya quisioner identifikasi atau cara-cara bagaimana mengidentifikasi orang ini masih berbahaya atau tidak. Kita harus mempunyai instrumen agar bisa mengidentifikasikan kadar radikalisme orang tersebut…” jelasnya.
Bagi yang tidak memenuhi kriteria dalam proses scanning tersebut, pemerintah tidak perlu nekat membawa mereka pulang.
“ Bagaimana kalau nanti seandainya sudah dipulangkan, mereka transfer ideologi atau pemahaman (radikal)…? akan sangat berbahaya…” ungkapnya.
Kepulangan bekas teroris ke Indonesia, lanjut Sofyan dapat menjadi pemicu kelompok-kelompok lainnya untuk melakukan hal yang sama seperti yang pernah dia lakukannya.
Sebab, kekalahan ISIS di Timur Tengah bisa jadi menimbulkan dendam bagi simpatisannya di Indonesia. Apalagi, ketika ada eks WNI anggota ISIS yang akan dipulangkan dan “ dinyatakan “ telah menerima ideologi NKRI.
Kembali Sofyan menyarankan kepada pemerintah berdasarkan pengalamanya untuk mempertimbangkan lagi dengan matang atas wacana memulangkan eks WNI eks anggota ISIS ke Tanah Air.
“ Orang yang tidak pernah berkecimpung dan mengetahui kelompok-kelompok ini, tidak akan pernah tahu bagaimana diri mereka sebenarnya…” pungkasnya.