Jatengtime.com-Jakarta-Tudingan Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional ( BPN ) Prabowo-Sandi terkait rangkap jabatan KH Ma’ruf Amin dimentahkan bersama oleh tiga pakar hukum tata negara.
Tudingan dengan mempolemikkan status rangkap jabatan cawapres 01 KH Ma’ ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah ( DPS ) Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah tercantum dalam 154 bukti baru, terkait permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ( PHPU ) ke Mahkamah Konstitusi ( MK ).
– Pakar tata hukum negara Riawan Tjandra :
Menyatakan Mahkamah Konstitusi ( MK ) bukan lembaga yang menguji persyaratan peserta pemilu, tapi terkait proses perjalanan pemilu.
Sedangkan terkait syarat personal dari seorang calon yang akan ikut berkontestasi, menjadi ranah penyelenggara pemilu yaitu KPU Bawaslu dan DKPP.
“ Jika kita cermati dari sisi pengujian ( PHPU ) di MK, itu lebih diarahkan pada soal-soal yang berkaitan dengan proses pemilunya. Kalau menyangkut syarat personalitas itu sebenarnya kan ranahnya ada di KPU, diawasi oleh Bawaslu…” kata Riawan.
Rangkap jabatan yang ditudingkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi di MK itu semestinya diklarifikasi ke KPU pada saat pendaftaran capres-cawapres.
“ Kalau proses di MK saya rasa lebih terfokus pada soal-soal ke prosesnya, bukan kualifikasi personalnya…” ungkapnya.
Jika nantinya benar KH Ma’ruf terbukti masih menjabat di perusahaan BUMN, Riawan menyarankan agar KH Ma’ruf segera mengundurkan diri.
“ Jika benar ( rangkap jabatan ), harus ( KH Ma’ruf ) segera mengundurkan diri saat ini saja, mengundurkan diri nggak apa-apa. Karena pejabat publik tidak boleh merangkap, apalagi di komisaris tersebut…” imbuhnya.
– Pakar hukum tata negara, Guru Besar Institute Pemerintah Dalam Negeri ( IPDN ) Prof Juanda :
Menerangkan, rangkap jabatan KH Ma’ruf Amin yang dijadikan bukti baru Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional ( BPN ) ke Mahkamah Konstitusi ( MK ) dinilai kurang kuat jika dijadikan bukti untuk gugatan pilpres.
Mempermasalahkan syarat pencalonan terhadap calon wakil presiden KH Ma’ruf Amin dinilainya mundur kembali ke tahapan seleksi pemberkasan persyaratan saat mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Masalah status jabatan calon pendamping Jokowi ini merupakan ranah administrasi yang bukan lagi ranah kewenangan MK. Selain bukan objek kompetensi kewenangan MK, rangkap jabatan ini juga sulit dipertimbangkan.
“ Apakah persoalan diskualifikasi atau diduga Kyai Ma’ruf tidak mundur dari jabatan itu, di duga tidak mundur dari bagian dari objek, menurut saya tidak menjadi sengketa pemilu. Harusnya kalau mau, dulu diajukan ke KPU…bukan ke MK…” kata Juanda.
“ Walaupun bisa dibuktikan bahwa ada bukti Kyai Maruf belum mengundurkan diri, tapi prosesnya salah kalau menyampaikan itu ke MK. Karena MK berkaitan dengan sengketa hasil Pemilu…” imbuhnya.
– Pakar Hukum Tata Negara, Hifdzil Alim :
Mengatakan, kewenangan Mahkamah Konstitusi ( MK ) ialah memeriksa perselisihan hasil Pemilu.
Sedangkan apabila mempermasalahkan persyaratan calon, adalah kewenangan pada penyelenggara pemilu.
“ Kompetensi absolut dari MK adalah memeriksa perselisihan hasil pemilihan umum, berarti peserta pemilu yang ingin menggugat hasil pemilu harus menyertakan bukti-bukti yang mengarah ke hasil pemilihan umum. Sedangkan soal persyaratan peserta pemilu bukan di MK tetapi di penyelenggara pemilu…” kata Hifdzil Alim.
Hifdzil menegaskan, memeriksa permasalahan pemilihan umum dengan persyaratan umum adalah dua hal yang berbeda, sehingga MK tidak akan bisa mendiskualifikasi pasangan 01.
“ MK itu memeriksa perselisihan hasil pemilihan umum, bukan memeriksa keabsahan calon. Itu dua hal yang berbeda. kewenangan menetapkan calon presiden dan calon wakil presiden ada di KPU…” tegasnya.
Terpisah, Tim kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, apa yang dipersoalkan Tim Hukum kubu 02 itu adalah persoalan adiministratif pendaftaran calon.
Hal itu menurut Yusril bukan merupakan ranah MK, melainkan ranah Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika memang untuk pelaporan.
Namun Yusril menilai perbaikan terkait permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ( PHPU ) ke Mahkamah Konstitusi ( MK ) oleh tim hukum Prabowo-Sandi masih sangat terbuka untuk diperdebatkan.
Oleh karenanya Yusril meminta publik untuk menunggu persidangan di MK, di MK inilah dia membeberkan semua argumentasinya.
“ Jawaban singkat saya ini untuk klarifikasi saja. Sedangkan jawaban argumentatif dan legalnya nanti kami sampaikan dalam sidang MK…” kata Yusril.
Yusril menambahkan, status kedua bank yang dimaksut adalah anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Oleh karenanya keberadaan dua bank tersebut tidak bisa dikaitkan dengan BUMN-nya.
Dengan demikian, jabatan cawapres KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah ( DPS ) di dua bank tersebut tidak bisa disebut sebagai pejabat BUMN.
Karena sama sekali tak terkait dengan BUMN, maka kedua bank tersebut tidak menjadi urusan Menteri BUMN. Sebaliknya karena bukan merupakan BUMN, maka status sepenuhnya adalah swasta.
“ Kalau sudah anak dan cucu perusahaan BUMN…ya bukan BUMN lagi namanya. Karena sama sekali tak terkait dengan BUMN, maka kedua bank tersebut tidak menjadi urusan Menteri BUMN. Menteri BUMN juga tidak mengurusi lagi anak cucu perusahaan BUMN. Sebaliknya karena bukan merupakan BUMN, maka status sepenuhnya adalah swasta…” ungkap Yusril.