PADA dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis.
Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini, sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.
Dalam kehidupan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, birokrasi mempunyai peranan dan fungsi penting dalam menjalankan kehidupan di suatu negara. Namun, besarnya pengaruh kekuasaan dan politik mengakibatkan birokrasi tidak profesional atau mandul. Birokrasi dengan kultur yang dibangunnya, cenderung lebih sibuk melayani penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat. Misalnya, dalam bidang pelayanan publik, upaya yang telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik, dengan harapan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan transparan belum dapat terwujud.
Upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanannya kurang efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak merespons kepentingan pelanggan/masyarakat yang ditimpakan kepada birokrasi. Semua ini merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan publik, dapat dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang koordinasi, tidak mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat inefesiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat selama ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya peran Kementerian/Lembaga yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, transparansi biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas, serta sistem insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.
Kebijakan Remunerasi bagi Pegawai Negeri
Dalam konteks Reformasi Birokrasi di lingkungan pemerintahan, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri, merupakan kebutuhan yang sangat dasar, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai negeri, sehingga dengan struktur gaji yang baru, setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (Imunitas) yang maksimal terhadap rayuan gombal atau iming-iming materi/uang (kolusi).
Sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai Negeri di seluruh Lembaga/Pemerintahan. Berdasarkan urgensinya dikelompokan ke dalam tiga skala prioritas, yaitu :
– Prioritas pertama, adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, Rumpun Pengelola Keuangan Negara, Rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penerbitan Aparatur Negara;
– Prioritas kedua, adalah Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasilan penerimaan negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk pemda;
– Prioritas ketiga, adalah seluruh Kementerian/Lembaga, tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
Remunerasi bagian dari Komitmen Pemerintah
Remunerasi pemerintah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan bagian dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean government and good governance.
Namun pada pelaksanaannya, perubahan dan pembaharuan (Reformasi Birokrasi) yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut, tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik (efektif dan efesien) tanpa kesejahteraan yang layak dari pemerintah. Perubahan dan pembaharuan tersebut, dilaksanakan untuk menghapus kesan Pegawai Negeri yang selama ini dinilai buruk, antara lain :
Buruknya kualitas pelayanan publik (lamban, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit-belit, minta dilayani dll.;
1. Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme);
2. Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara;
3. Kualitas manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efesien;
4. Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Prinsip dasar kebijakan remunerasi bagi pegawai negeri adalah adil dan proporsional. Artinya kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), yang dikenal dengan istilah PGPS (Pintar Goblok penghasilan sama) tidak terjadi lagi. Maka dengan kebijakan remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
Reformasi Birokrasi telah melahirkan berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaran pemerintahan, salah satunya adalah perubahan sistem Pemerintahan Daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, yang kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua UU ini telah menggeser pradigma pelayanan, dari yang bersifat sentralistis ke desentralisasi dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada masyarakat.
Selain itu juga deregulasi peraturan perundang-undangan, pemanfaatan dan pengembangan e-Government, di bidang pelayanan publik (standar pelayanan minimal, perbaikan sistem dan mekanisme, modernisasi tata laksana, sistem penghargaan dan sanksi) di bidang kepegawaian ( sistem rekuitmen, diklat berbasis kompetensi, dan penyelesaian status pegawai honorer, pegawai harian lepas, dan pegawai tidak tetap), dan bidang kelembagaan (penataan organisasi dan kelembagaan pemerintah pusat dan darah).
Dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI tanggal 16 Agustus 2012 di Depan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan bahwa Reformasi Birokrasi dan good governance menjadi sangat penting, mengingat untuk mengelola negara yang besar dan luas, memerlukan kesungguhan dan keseriusan dari segenap aparatur pemerintah dari pusat sampai ke daerah. Kita semua berbagi peran dan tanggung jawab. Apa yang diputuskan di Jakarta, keberhasilannya ditentukan pula oleh pemerintah di daerah-daerah.
Selain itu, Presiden menekankan, bahwa dalam mengelola pemerintahan, Presiden mewajibkan agar seluruh jajaran birokrasi dapat lebih meningkatkan peran dan fungsinya secara optimal dan maksimal. Pelayanan publik harus menjadi salah satu bagian mendasar dalam reformasi birokrasi. Percepatan reformasi birokrasi sangat penting, agar tercipta jajaran aparatur negara yang handal, professional, dan bersih, berdasarkan kaidah-kaidah good governance dan clean government.
Reformasi Birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, eksekutif, yudikatif dan kementerian yang menggunakan anggaran besar. Semoga Reformasi Birokrasi dapat berjalan sesuai dengan konstitusi.**
Penulis adalah: Kepala Pusat Data dan Informasi