Jatengtime.com-Jakarta-Dokumen pelengseran (Kudeta) terhadap KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) dari jabatan presiden Republik Indonesia menjadi viral.
Dalam dokumen tersebut berisi data-data tertulis yang mengungkap aktor serta penyandang dana.
Dokumen yang sangat penting bagi warga Nahdhiyin dan seluruh rakyat Indonesi dimuat dalam sebuah buku yang berjudul ” Menjerat Gus Dur “ terbitan Numedia Digital Indonesia.
Buku yang langsung ludes dipasaran karya Virdika Rizky Utama, seorang jurnalis majalah Gatra yang idealis dan pemberani sontak menjadi polemik dikarenakan membongkar dokumen maha penting terkait sejarah penggulingan Gus Dur.
Virdika menjelaska, buku tersebut ditulis berawal ketika pada Oktober 2017, secara tidak sengaja menemukan sebuah surat tua bertanggal 29 Januari 2001.
Saat itu, dia baru selesai meliput acara satu tahun perkembangan renovasi Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Jakarta Barat, menemukan setumpuk kertas teronggok sembarangan.
Lantas Virdika meminta ijin petugas kebersihan meminta dokumen-dokumen itu karena menurut pengakuan petugas kebersihan tersebut, akan dijual kilokan.
“ Ambil saja, Mas, ini juga mau di-kiloin (dijual kiloan)…” kata petugas kebersihan seperti yang di tirukan Virdika.
Surat bercap confidential itu ternyata memuat dengan rinci skenario jahat oknum elite politik untuk melengserkan Presiden Gus Dur pada tahun 2001.
Dokumen terbengkelai tersebut akirnya menjadi fatal karena ditemukan seorang jurnalis tersebut ditulis oleh Fuad Bawazier kepada Akbar Tandjung tentang laporan yang terjadi pada awal tahun 2000.
Dokumen yang seharusnya dihancurkan sehingga tidak meninggalkan bukti itu merupakan Notulensi Rapat Rahasia yang dilakukan di rumah Arifin Panigoro tanggal 22 Juni 2000 dan ditandatangani oleh Priyo Budi Santoso.
Tercatat notulensi rapat jahat terungkap bahwa para oknum politisi Golkar saat itu marah ketika Laksamana Sukardi dari PDIP dan Jusuf Kalla dipecat oleh Gus Dur.
Hasil rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Akbar Tandjung yang saat itu menjabat Ketua DPR-RI, pada tanggal 29 Januari 2001.
Rencana biadab tertulis tersebut juga mengungkap pelaksanaan rencana kudeta yang diberi nama ” Sekenario Semut Merah “.
Dokumen surat berisi tiga halaman itu, Fuad mengklaim tugasnya tersebut “ telah berjalan sesuai rencana “ dengan memaparkan pihak-pihak yang sudah dikoordinir dengan detail sebagai berikut :
– 1. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta se-Indonesia yang dikoordinir via sekretariat Badan Koordinasi HMI Jakarta di Jalan Cilosari 17 Cikini dan Sekretariat Pengurus Besar (PB) HMI Jalan Diponegoro 16 Menteng, Jakarta Pusat.
Kemudian ormas Islam di Masjid Sunda Kelapa, Masjid Istiqlal Jakarta Pusat, dan Masjid Al-Azhar (Jakarta Selatan) diorganisir oleh Ketua PB HMI 1999-2001 M. Fakhrudin.
– 2. Massa Pemuda Partai Keadilan yang diorganisir Hidayat Nur Wahid.
– 3. Massa Gerakan Pemuda Ka’bah yang diorganisir Ali Marwan Hanan.
– 4. Massa Partai Bulan Bintang yang diorganisir Hamdan Zoelva.
– 5. Massa Partai Amanat Nasional yang diorganisir Patrialis Akbar.
– 6. Massa rakyat dan preman yang diorganisir Japto Soerjosoemarno, Ketua Pemuda Pancasila.
– 7. Massa KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), AHPI, BM PAN (Barisan Muda Partai Amanat Nasional), HAMMAS, dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang dikoordinir ketua umum masing-masing.
– 8. Zoelvan Lindan dan Julius Usman.
– 9. Bendahara Umum Golkar, didukung oleh Bambang Tri Atmojo (Bambang Trihatmodjo), Lim Sioe Liong (Sudono Salim), dan Arifin Panigoro yang bertugas memborong dolar untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah.
– 10. Parni Hadi dan Surya Paloh yang mengoordinir media massa cetak dan elektronik untuk “ mem-blow up secara kolosal dan provokatif “ semua pemberitaan sepihak berkaitan dengan tuntutan mundur terhadap Abdurrahman Wahid.
– 11. Azyumardi Azra, Dr. Syahrir (Sjahrir), dan rekan-rekan KAHMI (Korps Alumni HMI) sebagai kalangan cendekiawan yang menggiring opini publik bahwa “ Gus Dur gagal mengemban amanat Reformasi “.
– 12. Din Syamsuddin lewat MUI, memakai kasus “ Ajinomoto “ untuk digunakan memaksa ulama dan tokoh agama mencabut dukungan kepada Gus Dur.
Fuad Bawazier disebut menjadi ” Komandan operasi ” dan membagi tugas kepada beberapa pihak untuk :
– Penggalangan opini.
– Menjaring dukungan masyarakat.
– Propaganda media secara sepihak.
– Merekrut preman, cendekiawan, dan pengusaha.
Penggalanan opini rencana jahat yang dimaksud adalah ” Upaya masif menjatuhkan kredibilitas Presiden Abdurrahman Wahid melalui drama kasus Buloggate dan Bruneigate yang sengaja dihembuskan ” telah berjalan sesuai skenario.
(Sengkuni) Fuad Bawazir yakin, kekuatan dan efek operasi tahap pertama sudah sesuai rencananya.
Episode selanjutnya adalah memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati menjadi presiden dan Amien Rais sebagai wakilnya.
Megawati dipilih untuk dijadikan “ Boneka “ dengan alasan “ Megawati mudah dikendalikan “ serta nantinya akan disingkirkan melalui penggembosan dari dalam PDIP sendiri melalui sandiwara isu ketidak becusan Putri Soekarno “ mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa “.
Tugas licik untuk menjebak Megawati dipercayakan kepada Amien Rais sebagai Ketua MPR yang memang lincah, lihai dan culas dan sedang berada di lingkar kekuasaan.
Fuad Bawazier tak tanggung tanggung juga minta Akbar Tandjung memberikan seluruh informasi perkembangan situasi di dalam gedung Senayan (DPR-RI), melalui Anas Urbaningrum yang di dapuk menjadi kurir untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan operasi di lapangan.
Akbar Tandjung selaku Ketua Umum Partai Golkar juga aktivis senior HMI memiliki pengaruh kuat, sdangkan, Fuad Bawazier adalah Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menjadi “ dalang-dalang kudeta “ ini.
Virdika menyebut kolaborasi oknum-oknum eks Orde Baru dan HMI memiliki peran penting dalam rencana dan strategi pelengseran Gus Dur.
Mereka sukses merancang sekenario bukan cuma di elite politik (DPR), tapi juga sukses melibatkan mahasiswa kala itu.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, dalam dokumen tersebut terungkap, Fuad Bawazier menyiapkan “ Dana operasional Rp 4 Triliun “, yang digunakan untuk membiayai rencana menggulingkan Gus Dur termasuk untuk :
– Memobilisasi demo mahasiswa.
– Menciptakan in-stabilitas.
– Menyiapkan bom-bom kerusuhan.
Sampai saat ini, belum ada jawaban dari nama-nama yang disebut untuk menjawab tudingan di balik pelengseran Gus Dur yang mengguncang publik Nusantara.
Ketika dimintai tanggapan, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj usai acara Refleksi PBNU 2020 di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020) dengan santun mengomentari buku yang ditulis oleh Virdika Rizky Utama yang dipasarkan di akhir tahun 2019 itu.
” Yang sudah lalu kita jadikan sejarah yang berharga…” jawabnya bijak dan santun.