Jatengtime.com-jakarta-Tak lama setelah muncul nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), akan dijadikan sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur (Kaltim) oleh Presiden Jokowi langsung disambut dengan penolakan dari Persaudaraan Alumni 212.
Persaudaraan Alumni 212 bahkan mengancam akan terus demo (tentunya dengan muatan sentimen agama) jika Presiden Jokowi (padahal pentolan-pentolan mereka tidak mengakui Jokowi sebagai presiden) tetap memilih Ahok menempati jabatan setingkat menteri tersebut.
Selain Ahok, tiga nama lain yang disebut Presiden Joko Widodo yaitu Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Dirut PT Wijaya Karya Tumiyana dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Menanggapi kegaduhan ini, di Jakarta, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin kepada wartawan di Upnormal Coffee Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2020) menilai tidak ada yang salah apabila Presiden Jokowi menunjuk Ahok menjadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru Negara dikarenakan Ahok punya kualifikasi baik dari sisi leadership maupun kemampuan manajerial dan penunjukan tersebut merupakan hak prerogatif Presiden.
“ Kalau Allah menghendaki presiden memilih salah satu di antara empat orang ini orang lain, ya kewenangan presiden. Hak otoritas, preogratif presiden untuk memilih…” katanya.
Ngabalin mengaku heran dengan pihak-pihak yang menolak Ahok sebagai pimpinan IKN hanya karena berlandaskan rasa kebencian.
“ Kalau presiden nanti memilih Ahok, kenapa ente yang sakit…” Kenapa ente yang punya badan gatal-gatal, kenapa ente yang kok naik asam lambung. Jangan dong…segera move on… segera. Ente kayak orang yang tidak waras melihat masalah ini. Ini masalah bangsa…” ujar Ngabalin.
Ngabalin meminta masyarakat tidak menyimpulkan keterpilihan seseorang itu berdasarkan kebencian bahkan sentimen agama. Apabila yang bersangkutan punya kemampuan, maka tidak harus menggunakan pendekatan agama dalam memutuskan.
Staf Jokowi ini juga menekankan kembali jangan sampai umat muslim memberlakukan orang secara tidak adil berdasarkan agama. Umat muslim harus berlaku adil menurut Al-Quran.
“ (Agama di Indonesia) Orang bukan Islam saja. Mau Katolik, mau Protestan, mau Hindu mau Buddha, jangan karena kita benci kepada seseorang kita berlaku tidak adil…” ujarnya.
Lebih lanjut menurut Ngabalin, apabila orang tersebut mempunyai kemampuan, maka tidak harus menggunakan pendekatan agama dalam memutuskannya. Dia menekankan kembali jangan sampai umat muslim memberlakukan orang secara tidak adil berdasarkan agama.
“ Kan ada Azwar Anas, ada mas Tumiyana, ada Mas Bambang Brodjonegoro, ada mister Ahok. Kalau Allah menghendaki, baik presiden memilih salah satu di antara empat orang ini atau mungkin presiden memilih orang lain, ya, kewenangan presiden. Otoritas presiden, prerogatif untuk memilih…” tegas Ngabalin.
Ngabalin menilai Presiden mempunyai kewenangan otoritas atau Hak Prerogatif sesuai undang-undang salah satunya untuk memilih siapa saja anak bangsa memiliki prestasi, manajerial yang baik, kepemimpinan yang mumpuni, maka dia punya peluang untuk ditunjuk Presiden Jokowi mengelola Ibu Kota Baru Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur.
Untuk diketahui Hak Prerogatif adalah hak-hak yang diberikan oleh UUD 1945 kepada presiden. Dengan berbagai beberapa definisi :
*Hak Prerogatif mengacu hak yang sebenarnya dimiliki/berasal dari lembaga negara lain, tetapi diserahkan penggunaannya kepada Presiden/Kepala Negara sebagai penghormatan dan pelaksanaannya tidak perlu dipertanggungjawabkan.
* Dalam Penjelasan UUD 1945 digunakan kalimat bahwa pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 adalah kekuasaan-kekuasaan Presiden sebagai konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.
*Hak prerogatif presiden Indonesia adalah hak yang tercantum dalam Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 17 UUD 1945 dengan rincian :
-Pasal 10 UUD 1945: Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
-Pasal 11 ayat (1) UUD 1945: Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
-Pasal 12 UUD 1945: Presiden menyatakan keadaan bahaya.
-Pasal 13 UUD 1945: Presiden mengangkat duta dan konsul.
-Pasal 14 UUD 1945: Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA), Presiden juga memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Termasuk UU no.22/2002 tentang Grasi : adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
-Pasal 15 UUD 1945: Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur UU.
-Pasal 17 UUD 1945: Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Dalam Penjelasan UUD 1945 digunakan kalimat bahwa pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 adalah kekuasaan-kekuasaan Presiden sebagai konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.