Jatengtime.com-Jakarta-Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian usai mengadakan pertemuan dengan Forum Pemred di Jakarta, Rabu malam (21/12/2016) menyatakan dari berbagai temuan tindak teroris yang akir-akir ini di ungkap Polri dan Densus 88 menyimpulkan bahwa pelaku teroris memanfaatkan Media Sosial (Medsos) untuk kebutuhan aksinya.
Pernyataan Tito berdasarkan temuan salah satu terduga teroris Bekasi Nur Solohin yang memanfaatkan Media Sosial mulai merekrut anggota baru, komunikasi sesama teroris,pelatihan merakit bom sampai mencari dana lewat bitcoin.
Penggunaan Medsos oleh jaringan teroris selaras dengan tokoh teroris yang paling di cari di Indonesia Muhammad Bahrun Na’im Anggih Tamtomo, alias Bahrun Nai’m alias Na’im alias Abu Rayyan alias Abu Aishah jebolan program D-3 Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas maret, Solo dan di yakini sangat lihai di bidang Cyber dan Information technology (IT).
“Mereka punya cyber terrorism, cyber jihad untuk rekrutmen dan pelatihan. Latihan mereka tidak lagi fisik, tapi latihan online, seperti bagaimana cara membuat bom…” kata Tito.
Namun demikian Tito meyakinkan Polri juga sigap menandingi gaya aksi Teroris Cyber dengan menggunakan Cyber Counter Terrorism yang bertugas menelusuri dan mengawasi dini pergerakan teroris ini di dunia maya selama 24 jam terus menerus.
“ kita tahu mereka lakukan cyber operation, mereka cari pendanaan juga gunakan online, ada yang pakai bitcoin. Kami juga harus lakukan cyber counter terrorism. Kami terus cyber patrol gerakan mereka, kami lakukan cyber attack dan juga cyber surveillance melalui dunia maya./ Kita tekan terus mereka…” imbuh Tito.
Sepak terjang Cyber Patrol Polri dalam melawan teroris di sambut baik pihak Kominfo dengan tegas tanpa regulasi yang jlimet atau berbelit-belit, total rule of law untuk menyerang teroris di dunia maya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menegaskan bahwa Polri, BNPT DAN BIN diberikan kewenangan penuh serta bantuan alih teknologi sistem komunkasi dan informatika guna melakukan penindakan terhadap konten atau situs-situs radikalisme di media sosial agar aksi terorisme bisa dicegah sejak dini karena yang dihadapi Polri saat ini adalah teroris yang melek internet.
“Untuk ini kita gak perlu pakai prosedur yang berbelit belit, karena gerakan radikalis dan teroris tidak pernah kasih tahu bagaimana caranya, kapan dilakukan dan dimana dilakukan. Kita support penuh Polri, gak perlu berbelit-belit, kita sangat Straight forward untuk soal radikalisme dan terorisme…” kata Rudiantara.