Tahun 2014, Impor Daging Turun Menjadi 9,7 Persen

SEMARANG – Percepatan pencapaian sasaran Swasembada Daging Sapi / Kerbau (PSDS/K) merupakan salah satu target utama “Empat Sukses Pembangunan Pertanian” yang direncanakan tercapai pada tahun 2014, dan diharapkan di tahun itu terjadi penurunan proporsi import daging secara bertahap dari 53% tahun 2010 menjadi 9,7% pada tahun 2014.

Tahun 2011 konsumsi daging sapi/kerbau nasional adalah 450 ribu ton sedangkan produksi daging lokal 293 ribu ton, sehingga masih import 157 ribu ton (35%). Sedang tahun 2012 angka import diturunkan menjadi 17,5% (84,7 ribu ton), sehingga produksi daging lokal harus ditingkatkan menjadi 399 ribu ton.

“Hal itu dapat dipenuhi bila target populasi sapi potong, perah, dan kerbau nasional mencapai 17.946.000 ekor,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Jateng Ir. Whitono, M.Si. ketika melaporkan kepada Gubernur Jawa Tengah tentang hasil mengikuti Konferensi Dewan Ketahanan Pangan 2012 beberapa waktu lalu, di Jakarta yang membahas perihal Percepatan Pencapaian Sasaran Swasembada Lima Komoditas Pangan Pokok (termasuk Daging Sapi/Kerbau).

Whitono menyebutkan, dalam rangka mencapai target nasional tersebut Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi dan kerbau menjadi 2.318.450 ekor (2012); 2.431.024 ekor (2013); dan tahun 2014 sebanyak 2.548.594 ekor.

Kegiatan operasional di Jateng untuk mencapai target PSDS/K yang dilaksanakan adalah Penyediaan Bakalan/Daging Sapi Lokal ; Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas ternak sapi local ; Pencegahan pemotongan sapi betina produktif ; Penyediaan bibit sapi local dan Pengaturan stock daging sapi dalam provinsi.

Dia juga mengungkapkan bahwa permasalahan dalam pencapaian target PSDS/K antara lain, masih tingginya tingkat pemotongan betina produktif, kurang stabilnya iklim usaha sapi potong rakyat yang disebabkan karena tidak terkendalinya import daging sapi/ sapi bakalan.

Selain itu, tidak terkonsentrasinya stok sapi siap potong sehingga diperlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai dan sistem pendataan yang baik untuk mengetahui posisi stok riil yang ada di lapangan. dan sarana Rumah Potong Hewan (RPH) sebagian besar belum memenuhi standar yang diharapkan.

Whitono menambahkan bahwa upaya tindak lanjut perlu melakukan penyelamatan pemotongan betina produktif dan pemberian insentif kepada peternak yang memiliki sapi/kerbau betina bunting melalui dana APBN dan pengendalian terhadap impor sapi dan daging, juga meningkatkan sistem pendataan stok sapi siap potong dan meningkatkan sarana prasarana pasar hewan dan meningkatkan sarana prasarana Rumah Pemotongan Hewan (RPH). *Humas