Jatengtime.com-Semarang-Polisi (Aipda Robig Zaenudin) yang menembak mati siswa SMKN 4 Semarang (Gamma Rizkynata Oktafandy) mendapat sanksi dipecat (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat/PTDH) sedangkan Kapolrestabes Kombes Irwan Anwar dituding lakukan obstruction of justice (upaya menutup-nutupi fakta yang sebenarnya).
Aipda Robig Zaenudin, oknum Satresnarkoba Polrestabes Semarang dipecat dari anggota Polri dalam sidang kode etik, Senin (9/11/2024) dan juga ditetapkan sebagai tersangka setelah kasus penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) pada Minggu (24/11/2024) dinaikkan menjadi penyidikan.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, kepada awak media, Selasa (10/12/2024) mengatakan penyidik telah melakukan gelar perkara dan memutuskan Aipda Robiq berstatus tersangka sejak Senin (9/11/2024).
“ Sudah dilaksanakan gelar perkara terhadap status pidana Aipda Robiq, Ditreskrimum Polda Jateng menjeratnya dengan pasal pembunuhan serta penganiayaan…” kata Artanto.
Mendapat putusan pemecatan dan dijadikan tersangka, Aipda Robig kabarnya akan mengajukan banding, pemimpin sidang etik memberikan waktu 3 hari untuk banding.
Dalam sidang kode etik, Aipda Robiq terbukti menembak GRO hingga tewas, usai sidang etik Aipda Robiq menjalani penempatan khusus selama 14 hari.
“ Dia terbukti melakukan penembakan terhadap sekelompok orang yang lewat atau anak yang sedang menggunakan sepeda motor. Untuk tadi (sidang etik) disampaikan yang bersangkutan (Aipda Robig) akan banding…” ujarnya.
Aipda Robiq terbukti melakukan tiga pelanggaran berat, yakni perbuatan sewenang-wenang, korban di bawah umur dan tindakannya dianggap merusak citra Polri.
Andi Prabowo, ayah kandung GRO mengaku belum dapat memaafkan aipda Robiq yang telah menembak anaknya. Namun mengaku puas dengan keputusan PTDH dan meminta Aipda Robiq diproses pidana.
“ Ya manusiawi, jengkel. Wajar kalau saya marah sekali. Saya puas sekali dengan (putusan) pemberhentian tidak hormat yang dilakukan kepada tersangka. Harapannya ya ditolak banding yang dilakukannya…” ujarnya.
Sebelumnya, pengacara publik dari LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika, Sabtu (7/12/2024) menyatakan putusan PTDH terhadap Aipda Robiq dinilai belum cukup.
Menurut Fajar, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar juga perlu ditindak karena mengaburkan fakta penembakan.
Kombes Irwan memberikan keterangan bahwa Aipda Robiq melakukan penembakan untuk melindungi diri dari aksi tawuran pelajar. Namun, hasil penyelidikan ternyata tidak ditemukan adanya aksi tawuran.
“ Kapolrestabes Semarang telah melakukan tindakan obstruction of justice atau upaya menutup-nutupi fakta yang sebenarnya…” kata Fajar.
Menanggapi ini, Subambang, selaku juru bicara keluarga GRO, Sabtu (7/12/2024) mengatakan pihaknya belum merinci akan melaporkan Kombes Irwan Anwar ke Polda Jateng atau Mabes Polri.
“ Iya kami akan ambil langkah hukum terhadap Kapolrestabes Semarang ke bidang profesi, biar didalami oleh Propam Polda, terutama soal pemaparannya Kapolrestabes (bahwa GRO adalah gangster dan melakukan penyerangan kepada Aipda Robiq )…” kata Subambang.
Sementara itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam mengkritik proses sidang etik yang digelar digelar di Mapolda Jawa Tengah pada Senin (9/12/2024) malam bersifat tertutup dan tidak diungkap motif Aipda Robiq melakukan penembakan.
“ Pembelaan itu hak dia (Robig menembak) yang tidak bisa kita lampaui. Namun majelis kode etik menyatakan pembelaan dia tidak sesuai dengan faktual baik bukti CCTV (penembakan) dan saksi…” kata Choirul.
Choirul yang mengikuti sidang etik yang berlangsung selama 7 jam tersebut menyebut keputusan PTDH dan proses pidana terhadap Aipda Robiq perlu dikawal.
“ Putusannya ada tiga, yaitu dinyatakan perbuatannya tercela, terus dipatsus (penempatan khusus) 14 hari, dan PTDH. Kami mengapresiasi keputusan tersebut dan ayo kita sama-sama terus menjaga prosesnya…” ujarnya.
Choirul juga menjelaskan Aipda Robiq juga sempat menyatakan pembelaan dan mengajukan banding, namun yang sepatutnya menyampaikan hal itu adalah Robiq.
“ Layaknya persidangan dia (Aipda Robiq) punya pembelaan, sampai terakhir dia mendapat putusan PTDH dan 14 hari dipatsus, dia juga mengajukan banding. Apa argumentasinya…? biarkan pembelaan itu jadi hak dia untuk menyampaikan…” ungkapnya.