Jatengtime.com-Demak-Pemkab Demak mendorong desa-desa untuk intens menggali potensi budaya dan wisata, selanjutnya dikemas dengan tujuan agar dapat menguatkan pendapatan desa dan perekonomian masyarakat.
Hal itu disampaikan Sekda Akhmad Sugiharto, ST.MT saat membacakan pesan dari bupati Demak dr. Eisti’anah, SE dalam acara ‘Gala Dinner Bujana Andrawira’, Sabtu (25/11/2023) pukul 20.00 WIB di Pendopo Notobratan, Kadilangu.
Tampak hadir jajaran Forkopimda atau yang mewakil, Kepala OPD, Camat dan tamu undangan lain dari unsur kepala desa sekabupaten Demak.
“ Ibu bupati (dr. Eisti’anah, SE) mohon ma’af tdak bisa hadir secara langsung diacara yang sangat penting ini dikarenakan ada tugas lain. Beliau berpesan kepada para kepala desa agar memulai lebih intensif tiap desa menggali potensi alam untuk wisata dan budaya masing-masing. Degan harapan jika desa sudah mampu atau menciptakan sebuah potensi alam menjadi tempat wisata, tentu secara otomatis akan mampu menggerakan perekonomian desa dan warganya…” kata Sugiharto.
“ Kita ambil sebuah contoh, Masjid Agung Demak menjadi salah satu tujuan wisata religi yang ternyata menjadi urutan ke dua setelah Borobudur. Potensi alam dan dan budaya dapat dikemas menjadi sebuah sumber pendapatan desa melalui sektor pariwisata….” ujarnya.
Sekda yang kebetulan menjadi tokoh vital bonsai Demak yang 21 koleksinya (dari ratusan kolesi yang dipunyai) ikut dipamerkan dalam acara pasar tradisioanal bernuansa abad 18 (jaman kerajaan Demak) ‘Ndoro Bei’ ini menambahkan potensi budaya dan wisata tiap desa dipersilahkan dikemas dalam bentuk Bumdes yang dikelola bersama antara perangkat desa dan warganya.
“ Nanti setelah tiap desa berhasil berhasil mengoptimalkan potensi alam dan budaya yang kemudian dikemas dalam paket wisata, monggo silahkan kalau dikelola menjadi Bumdes…” imbuhnya.
“ Dengan menjadi Bumdes, pengelolaan wisata akan lebih transparan dan akuntabel. Syukur bisa menjadi Bumdes unggulan yang menggerakkan perekonomian desa dan warganya. Tentunya hasil dari kebersamaan ini dapat dinikmati bersama, bisa untuk menjadi pendapatan desa, hasilnya untuk membangun insfrastruktur dan sebagainya. Peran pemkab pasti ada, minimal mempromosikan potensi wisata unggulan tersebut agar dikenal luas baik dalam maupun luar negeri…” pungkasnya.
Acara yang dikemas Zulverdi Tri Harimurti beserta komunitas anak muda pelaku dan pemerhati budaya Catur Sasangka Kota Wali ini bertajuk Lampahing Kusuma Bangsa menghadirkan narasumber Nanang Wijayanto. S.ST.Par., M.Mpar, salah satu Dosen UNS yang puluhan tahun bepengalaman dibdang pariwsata Nanang Wijayanto. S.ST.Par., M.MPar (Dosen UNS).
Disela acara ini, komunitas anak muda pelaku dan pemerhati budaya Catur Sasangka juga menampilan tari klasik Jawa Beksan Topeng Sri Tunjung dipimpin Ika Febriani (istri Zulverdi Tri Harimurti).
Terpisah, Sekda yang menjabat ketua PPBI (Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia) Cabang Demak ikut peduli kegiatan tradisioanal bernuansa abad 18 (jaman kerajaan Demak) ‘Ndoro Bei’ dengan mengirim 21 koleksinya ini mempunyai tujuan mengenalkan bonsai kepada masyarakat.
Selain bonsai yang sudah dikenal sebagai usaha ekonomi kreatif dan mempunyai pangsa pasar kelas menengah dan atas ini, Sekda berharap masyarakat akan lebih mengenal dan menjaga alam.
“ Memang betul sebutan sebagian orang bahwa bonsai hanya untuk kalangan menengah keatas, justru inlah sebenarnya pasar yang paling potensial untuk kalangan menengah kebawah. Koq bisa…? kalangan menengah ke atas yang biasanya disebut kolektor biasanya mencari bonsai-bonsai yang bagus kelas pameran justru dari petani atau pembudidaya yang dari kalangan menengah ke bawah…” ujar Sekda.
“ Para kolektor ini memburu bonsai yang sudah jadi, atau kalau didunia bonsai disebut bonsai petarung untuk pameran atau kontes bonsai dan rela merogoh kantongnya mulai ratusan juta hingga milyaran rupiah. Mereka tidak mau membudidaya atau menggali dari alam. Ini sebuah prinsip ekonomi atau simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan…” Ungkapnya.
“ Dari bonsai banyak sektor yang dibutuhkan, seperti pupuk kandang dari peternak, pengrajin pot dan pilar, orang yang punya keahlian merawat bonsai (trainer) dan lain lain. Kolektor gak bakal membuat atau menyediakan sendiri kebutuhan koleksi bonsainya yang harganya mahal…” bebernya.
“ Dari semua itu, saya berharap bonsai juga mampu dijadikan produk unggulan desa, disamping itu mengajarkan masyarakat peduli lingkungan dengan cara budidaya bahan-bahan bonsai baik dari jenis pohon asli Indonesia maupun pohon impor, dari bonsai dapat diciptakan ekonomi kreatif untuk masyarakat…” harapnya.
Berkat pengalamannya bertahun tahun mengikuti pameran bonsai di berbagai daerah baik kelas prospek dan nasional, diam-diam suami dari Nur Aeni, S.Pd (guru SAMN 2 Demak) sudah menjadwalkan beberapa kegiatan pelatihan terori dan praktek membuat bonsai untuk kalangan santri dan kalangan pondok pesantren di tahun ini. Dan untuk kalangan umum di tahun 2024, termasuk akan mendirikan sekolah bonsai yang bisa diikuti masyarakat Demak dan sekitarnya.
“ Do’akan dan dukung semoga terlaksana, semua buat masyarakat Demak…” pungkasnya.