MEDIA INTERNASIONAL MUAT BERITA PRIA SURABAYA ALAMI PECAH PEMBULUH DARAH OTAK, SAAT BERHUBUNGAN SEKS

Jatengtime.com-Jakarta-Surat kabar Daily Mail menulis sebuah berita seorang pria Surabaya umur 42 tahun nyaris meninggal dunia saat berhubungan seks.

Pria yang tidak disebut namanya tersebut ( Kode etik medis dan jurnalistik ) mengalami muntah, lemas di tubuh bagian kanannya kemudian kehilangan kesadaran, dalam perjalan ke rumah sakit tubuh pria tersebut mengalami kejang-kejang.

Dalam jurnal medis yang dipublikasikan Science Direct ( situs web yang menyediakan akses ke basis data bibliografik ilmiah dan kesehatan Belanda ) dokter yang merawatnya merinci pria tersebut menderita Aneurisma ( tonjolan di dinding pembuluh darah di otak ).

Saat berhubungan seks, Aneurisma pecah dan menyebabkan Subdural Hematom ( SDH ) atau juga disebut perdarahan subdural, yaitu kondisi ketika darah menumpuk di antara dua lapisan di otak, yaitu lapisan Arachnoid dan lapisan Durameter ( lapisan meningeal ).

Subdural Hematom (SDH) merupakan salah satu jenis lesi masa intrakranial yang terbentuk dari akumulasi darah antara lapisan Arachnoid dan lapisan Durameter yang terbentuk ketika terjadi robekan vena atau arteri.

Hal itu merupakan cedera otak parah yang menyebabkan darah terkumpul di antara tengkorak dan permukaan otak.

Daily Mail menulis dokter masih belum menjelaskan apa yang menyebabkan aneurisma pria itu bisa pecah secara tiba-tiba, namun umumnya kondisi seperti ini dapat dipicu olahraga berat yang menyebabkan sesak napas dan lonjakan detak jantung.

Berdasarkan penelitian kondisi ini biasanya disebabkan oleh cedera kepala, namun dalam delapan persen kasus, pasien yang menderita SDH karena pecahnya aneurisma.

Tim medis Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya mengatakan pria tersebut sebelumnya tidak mengalami sakit kepala dan tidak memiliki riwayat trauma. Dia juga diketahui tidak pernah mengkonsumsi obat antikoagulan, antiplatelet, atau disfungsi ereksi yang dapat meningkatkan risiko menderita aneurisma.

Dari hasil pemeriksaan fisik rutin pria tersebut mengalami tekanan darah tinggi yang berbahaya ( sebesar 183/105 mm Hg ) serta mendapat skor 6 dari 15 pada Skala Koma Glasgow ( skala neurologis yang bertujuan untuk memberikan penilain kesadaran yang tepercaya, objektif dalam menentukan kondisi kesadaran dari seseorang yang berguna untuk menentukan diagnosa selanjutanya ).

Skala ini biasa digunakan paramedis untuk menilai respon mata, verbal dan motorik. Dalam kasus pria ini menunjukkan bahwa dia mengalami cedera otak parah. Hasil CT scan juga mengungkapkan bahwa dia memiliki SDH di sisi kiri otaknya, yang menyebabkannya membengkak 0,4 cm.

Tim medis lantas memberikan obat antikejang Fenitoin, yang sering digunakan untuk mengobati serangan Epilepsi. Seminggu kemudian, pria tersebut menjalani Angiografi Serebral ( pemindaian yang memberikan gambaran pembuluh darah dalam dan sekitar otak ) dan hasilnya ditemukan Aneurisma panjangnya sekitar 0,8 mm dan harus menjalani operasi untuk memperbaiki Sneurisma yang pecah dan meredakan pembengkakan serta tekanan pada otak.

Setelah melalui perawatan pria tersebut memulihkan penggunaan sisi kanan tubuhnya namun dia mengalami kerusakan permanen pada saraf Okulomotor ( saraf untuk mengontrol gerakan otot mata, penyempitan pupil, dan membantu untuk memfokuskan mata ) di mata sebelah kiri.