FPI RESMI DILARANG PEMERINTAH, “ PENCAPLOKAN “ LAHAN OLEH RIZIEQ BAKAL CEPAT SELESAI

Jatengtime.com-Jakarta-Buntut FPI resmi dilarang oleh Pemerintah bakal menjadi angin segar bagi pihak-pihak yang selama ini berseteru dengan ormas besutan Rizieq Shihab.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) menilai proses penyelamatan lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII bakal lebih cepat usai.

Saat ini pihak PTPN VIII tengah mengambil alih lahan yang berlokasi di Megamendung, Bogor, Jawa Barat yang “ katanya “ sudah dibeli dari petani oleh Rizieq Shihab dan dibangun Pondok Pesantren (Ponpes) dengan nama “ Markaz Syariah “.

Juru bicara Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi kepada wartawan, Rabu (30/12/2020) menegaskan bahwa lahan tersebut bukan sengketa, namun PTPN VIII meminta kembali kepada Rizieq.

“ Itu bukan sengketa. Tapi itu proses meminta lahannya kembali. Tidak ada sengketa karena itu PTPN. Cepat atau lambat, pasti akan diambil kembali. Mungkin sekarang jadi lebih cepat…” Kata Teuku.

Menurut Teuku, permasalahan yang terjadi antara PTPN VIII dengan pihak Rizieq belum masuk ke ranah sengketa, namun hanya sebatas proses meminta pengembalian lahan oleh BUMN sektor perkebunan.

Sedangkan terkait keberadaan aset yang sudah terbangun di lahan PTPN VIII, Teuku mengaku menyerahkan kepada PTPN VIII.

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII mengklaim sebagai pemilik lahan melayangkan surat somasi pertama sekaligus terakir yang beredar tertanggal 18 Desember 2020, agar pentolan FPI, Rizieq Shihab agar meninggalkan lahan yang telah dibangun Pondok Pesantren (Ponpes) bermerk Markaz Syariah, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Lahan yang ditempati dengan penggunaan fisik tanah HGU seluas kurang lebih 30,91 hektar. Penggunaan lahan sejak tahun 2013 disebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

PTPN VIII memberikan waktu tujuh hari kerja untuk menyerahkan lahan tersebut. Jika tidak, maka perusahaan membawa perkara ini ke ranah hukum.

Berikut isi surat somasi tersebut:

Sehubungan dengan adanya permasalahan penguasaan fisik tanah HGU PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas seluas -+ 30,91 Ha yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor oleh Pondok Pesantren Alam Argokultural Markaz Syariah sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII, kami tegaskan bahwa lahan yang saudara kuasai tersebut merupakan aset PT Perkebunan Nusantara VII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.

Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu no 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP.

Berdasarkan hal tersebut, dengan ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada PT Perkebunan Nusantara VIII selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke kepolisian cq. Kepolisian Darah Jawa Barat.

Demikian surat somasi ini disampaikan, atas perhatian dan pengertian diucapkan terima kasih.

Klaim FPI terkait status tanah.

Pihak FPI (Front Pembela Islam) kuasa hukum FPI Ichwan Tuankotta, Rabu (23/12/2020) mengaku telah mendapatkan somasi tersebut dan pihaknya telah beberapa kali mengupayakan untuk mengelola lahan yang disengketakan.

“ Iya, kan sebelumnya sudah ada proses, beberapa kali dilakukan membenahi, kemudian niat baik dari Markaz Syariah, lahan tersebut untuk kita manfaatkan, dan kita fungsikan untuk bercocok tanam. Dan sudah banyak. Yang dimulai antaranya menanam alpukat, hal lain yang tidak dimanfaatkan…” kata Ichwan.

FPI bahkan merilis video berisi penjelasan Rizieq Shihab mengenai masalah tersebut yang intinya, Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki hak guna usaha (HGU) yang menjadi Ponpes Markaz Syariah. Namun kata Rizieq “ tanah itu ditelantarkan selama 30 tahun “.

Dalam video yang diunggah oleh akun YouTube FPI, FRONT TV, Rabu (23/12/2020) Rizieq dalam sebuah forum di Markaz Syariah (sebelum dia ditahan di Polda Metro Jaya) menyampaikan bahwa sudah beberapa tahun terakhir ada pihak yang ingin markasnya pindah dari Megamendung.

“ Pesantren ini, beberapa tahun terakhir, mau diganggu, Saudara. Jadi ada pengganggu mau gusur ini pesantren, mau usir ini pesantren, mau tutup ini pesantren, dan menyebar fitnah. Katanya pesantren ini mau nyerobot tanah negara…” kata Rizieq.

Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki hak guna usaha (HGU) tanah yang menjadi Ponpes markaz Syariah. Tapi Rizieq juga menuduh tanah tersebut “ ditelantarkan “ oleh PTPN VIII.

“ Tanah ini, Saudara, sertifikat HGU-nya atas nama PTPN, salah satu BUMN. Betul, itu tidak boleh kita mungkiri. Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat. Tidak pernah lagi ditangani oleh PTPN. Catat itu baik-baik…” ungkapnya.

Kemudian Rizieq untuk mencari simpati pendukungnya, berbicara tentang UU tentang Agraria menurut versinya, bahwa jika ada tanah yang telantar selama 20 tahun, tanah itu bisa menjadi milik penggarap.

“ Saya ingin garis bawahi, ada UU di negara kita, satu UU Agraria. Dalam UU Agraria tersebut disebutkan, kalau satu lahan kosong atau telantar digarap masyarakat lebih dari dua puluh tahun, maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat, Saudara…” ujarnya.

“ Ini bukan 20 tahun lagi, tapi 30 tahun, Jadi masyarakat berhak tidak…? (seketika dijawab berhak oleh pendukungnya). Bukan ambil tanah negara…” tegasnya.

Rizieq menyebut HGU bisa batal jika pemilik HGU menelantarkan tanah yang dikelola. Pihak pemilik HGU disebut tidak bisa memperpanjang HGU.

“ UU HGU, hak guna usaha, itu disebutkan sertifikat hak guna usaha tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika, satu, lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU. Lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU, atau si pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut…” akunya.

“ Itu UU, Saudara, tanah ini HGU PTPN, tapi selama 30 tahun PTPN tidak menguasai secara fisik, Saudara. Selama 30 tahun tanah ini ditelantarkan, tidak lagi berkebun di sini. Jadi HGU-nya seharusnya batal…” imbuhnya.

Benarkah perngakuan Rizieq…?

Hak-hak atas tanah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Khusus untuk hak guna usaha telah di atur pada Bagian IV.
– Pada Pasal 28 UU Ayat 1 yang berbunyi “ Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagai disebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan “.
Ayat 2 dijelaskan “ HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman “.
– Ayat 3 berbunyi “ HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain “.
– Pasal 29 Ayat 1 berbunyi “ Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun “.

Namun, di Ayat 2 berbunyi “ Untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun “.
Pasal 29 Ayat 3 berbunyi “ Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun “.

Kemudian Pasal 30 Ayat 1 menyebut “ Yang dapat mempunyai HGU ialah (a) warga negara Indonesia dan (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia “.
– Di Ayat 2 dijelaskan “ Orang atau badan hukum yang mempunyai HGU tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Ayat 1 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepas atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat “. Ketentuan ini juga berlaku terhadap pihak lain yang memperoleh HGU jika ia tidak memenuhi syarat tersebut.
– Pasal 30 Ayat 2 menyebut “ Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah “.
– Pasal 31 menyatakan, HGU terjadi karena penetapan pemerintah dan di Pasal 32 Ayat 1 disebutkan “ HGU termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19 “.
Pasal 32 Ayat 2 tertulis “ Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir “.

Terdapat sejumlah hal yang membuat HGU dihapus sebagaimana diatur dalam Pasal 34, dengan rinciannya :
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi.
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Diterlantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.