PERJUANGAN INSPIRATIF PUTRI, ANAK BURUH MENJADI POLWAN

Magelang- Putri Tanti Rahayu, anak dari seorang buruh pembuat batu bata dan buruh pabrik tidak menyangka bahwa dirinya akan lolos menjadi Polwan di Polres Magelang, Jawa Tengah. Sebab, dalam pikirannya menjadi polisi membutuhkan biaya besar untuk pendaftran.

Namun nasib berkata lain, semua yang ada di benaknya sirna setelah dia lolos pendaftaran pada tahun 2014 lalu. Awalnya dara 20 tahun ini juga tidak pernah bermimpi menjadi seorang Polwan.

“Sejak awal saya tidak pernah berangan-angan untuk menjadi Polisi Wanita. Ekonomi keluarga paspasan,” kata Putri, dikutip dari Humas Polres Magelang, Senin (25/4).

Anak pertama dari empat bersaudara itu menceritakan, saat menyelesaikan pendidikan tingkat SMA, tepat pada bulan April 2014, ada informasi bahwa Kepolisian membutuhkan Polwan sebanyak 7.000 seluruh Indonesia. Ibunya kemudian memberi saran jika agar dirinya mendaftar.

“Ibu menyarankan saya untuk mendaftar. Waktu itu saya beranggapan kalau masuk polisi harus bayar tidak sedikit dan sempat saya menolak,” kata Putri, yang kini berpangkat Bripda.

 

Karena dia sempat menolak, ibunya berkata “Memangnya yang bisa masuk polisi hanya orang yang punya duit? Nduk, menowo dadi rejekimu, lillahi Ta’ala saja nduk. Dicoba dulu”.

Semangat itu yang mengantarkan Putri akhirnya memutuskan untuk mendaftar.

Namun kala itu sulit untuk input data. Lalu dia bertanya ke Polsek Salaman, Magelang. Oleh petugas jaga disarankan untuk bertanya langsung ke Polres Magelang.

“Namun saya takut dengan polisi, sehingga saya memutuskan untuk mencoba mencari info melalui internet,” kenangnya.

Setelah Ujian Nasional, dibantu teman akhirnya Putri bisa login ke web penerimaan anggota Polwan. Selanjutnya dia melakukan verifikasi ke Polres Magelang pada hari terakhir pendaftaran.

“Saat pengumpulan administrasi saya hanya membawa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, KTP orang tua dan fotokopi ijazah. Dan pada saat Ritmin awal, saya datang ke Polres Magelang, lalu naik ke lantai dua dan bertemu dengan pendaftar dari salah satu SMA favorit di Magelang. Saya merasa sempat minder karena administrasi saya masih banyak kurang lengkap,” ceritanya.

Lalu, anak pasangan Tobai (48) dan Mulyanti (43) itu memutuskan pulang dengan menggunakan angkutan umum dan menunggu di depan Polres. Tapi angkutan yang ditunggu tidak kunjung ada.

“Dalam kondisi hujan abu ringan, saya putuskan untuk berjalan kaki sampai di kolam renang yang berjarak 1 km untuk mencari angkutan,” ungkapnya.

Lanjutnya, Sampai di rumah sekitar pukul 13.00 WIB dia mendapat telepon dari petugas pendaftaran di Polres Magelang. Yang menelepon itu mengatakan, bahwa jika mau mengundurkan diri, diperintahkan untuk membuat surat pernyataan dengan bermeterai Rp 6.000.

“Kalau mau dilanjut ditunggu di Polres sampai pukul 15.00 WIB,” ujar Putri

Ahkirnya Putri memutuskan untuk meneruskan mendaftar. Diantar teman, dia sampai di Polres dan administrasi diperiksa. Akhirnya panitia pendaftar memberikan waktu untuk melengkapi apabila lolos Riksmin awal.

“Saat pengumuman saya tidak terlalu berharap untuk lolos. Semuanya saya serahkan kepada Allah SWT. Dan tak disangka saya diberikan kesempatan untuk maju mengikuti tes di Semarang,” katanya.

Setiap tes selalu diantar oleh adik sepupunya yang berkerja di satpam kantor Pajak Semarang.

“Lalu saya pulang-pergi naik bus menuju Ambarawa. Jika ibu saya lembur, dia menjemput saya di depan Toserba ADA Semarang. Jika tidak, ibu menyusul di tempat tes saya,” imbuh Putri.

Di saat akan tes jasmani, Putri sempat ingin mengundurkan diri karena sadar tidak jago renang.

“Saya sempat putus asa, Namun Ibu selalu memberikan dukungan, satu kata dari nasehat ibu yang selalu saya ingat ‘Kasihan adik-adikmu nduk’,” ungkapnya.

Dengan keyakinan dan dorongan ibunya, tes jasmani dilaksanakan walau pun tidak dipaksakan. Dengan keyakinan bila memang rejeki Allah pasti membantu.

“Alhamdulillah saya bisa melewati tes renang dan saya sangat bersyukur saat Riksmin akhir, saya dinyatakan lolos dan masuk pendidikan di SPN Purwokerto,” tuturnya.

“Tekad saya adalah keluarga saya. Karena pada tanggal 1 April 2014 rumah saya ambruk tanpa sebab. Semuanya rata dengan tanah. Saya sedih melihat kondisi seperti itu,” kisah dia.

Putri berharap, adik-adiknya bisa lebih baik dari dirinya. Agar kelak bisa memenuhi semua kebutuhan hidup mereka dan keluarga.

“Saya berharap suatu saat nanti saya dan adik-adik saya dapat membuka lembaran yang lebih baik. Tidak harus mempunyai banyak materi. Kehidupan yang sederhana bagi saya sudah lebih dari mencukupi,” harapnya.

Kini, Bripda Putri Tanti sudah menjadi Polwan. Setiap tidur di mes Jagoan Magelang, pagi-pagi selalu pulang ke rumah di pelosok daerah Salaman Magelang, untuk sekadar masak buat ayah dan adiknya. Selanjutnya berangkat kerja sambil mengantar adik-adiknya pergi ke sekolah.

Putri, sampai kini masih mendiami rumah reyot yang sangat sederhana dan terbuat dari bambu, bersama kedua orang tua juga tiga adiknya. (jt-: Desi Aditia Ningrum/ merdeka.com/ disunting sesuai aslinya guna memberi semangat pada yang lain)