Sebagai pelaksanaan amanat Pasal 53 dan Pasal 59 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Agustus lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Perpres ini mengatur tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil.
Dalam Perpres yang sudah ditunggu-tunggu masyarakat itu diatur tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil.
Hal-hal pokok yang diatur dalam Perpres tersebut, antara lain:
Keharusan setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, untuk menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang antara lain memuat tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW), letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, dan perkiraan nilai tanah, dan untuk selanjutnya diserahkan kepada Gubernur yang melingkupi wilayah dimana letak tanah berada;
Pembentukan Tim Persiapan oleh Gubernur, yang beranggotakan Bupati/Walikota, SKPD Provinsi terkait, instansi yang memerlukan tanah dan instansi terkait lainnya, untuk antara lain melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan, dan melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan;
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan konsultasi publik oleh Tim Persiapan dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak pembangunan secara langsung, untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan;
Keharusan bagi Gubernur untuk membentuk Tim Kajian Keberatan sebelum mengeluarkan penetapan lokasi pembangunan, dalam hal masih terdapat pihak yang tidak sepakat atau keberatan atas lokasi rencana pembangunan;
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah oleh Kepala BPN, yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (dengan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia, dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Pertanahan);
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan pengadaan tanah oleh pelaksana pengadaan tanah, meliputi antara lain inventarisasi dan identifikasi data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta data pihak yang berhak termasuk obyek pengadaan tanah; penyusunan Peta Bidang Tanah dan daftar nominatif; penetapan besarnya nilai ganti kerugian yang didasarkan pada hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik; pelaksanaan musyawarah; dan pemberian ganti kerugian; pelepasan hak obyek pengadaan tanah; serta penyerahan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah;
Pengaturan pemberian ganti kerugian yang dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak, baik berdiri sendiri maupun gabungan dari beberapa bentuk ganti kerugian tersebut (namun demikian dalam musyawarah, pelaksana pengadaan tanah mengutamakan pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang);
Pengaturan ganti kerugian dalam keadaan khusus, yaitu meliputi pengaturan dimana sejak ditetapkannya lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada pelaksana pengadaan tanah; dan ketentuan bahwa pelaksana pengadaan tanah dapat memprioritaskan atau mendahulukan pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang membutuhkan pemberian ganti kerugian dalam keadaan mendesak, maksimal 25% dari perkiraan ganti kerugian berdasarkan NJOP tahun sebelumnya;
Syarat dan ketentuan penitipan ganti kerugian di pengadilan negeri, yaitu dalam hal adanya penolakan dari pihak yang berhak, padahal hasil musyawarah yang telah dilaksanakan, tidak ada keberatan sebelumnya; pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya; dan obyek pengadaan tanah menjadi obyek perkara di Pengadilan, masih disengketakan kepemilikannya, diletakkan sita, atau menjadi jaminan bank;
Penegasan bahwa obyek pengadaan tanah yang telah dititipkan di Pengadilan Negeri dan obyek tanah yang telah diberikan ganti kerugian, maka hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan tanahnya menjadi putus;
Pengaturan sumber pendanaan pengadaan tanah yang berasal dari APBN dan/atau APBD;
Ketentuan yang memungkinkan pemberian insentif perpajakan kepada pihak yang berhak, yang mendukung penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan tidak melakukan gugatan atas putusan penetapan lokasi dan putusan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.
Pengaturan kembali bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
Selain pengaturan pokok di atas, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 ini juga mengatur durasi waktu setiap tahapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum secara tegas dan konkrit. Dalam Perpres itu ditegaskan, bahwa durasi waktu keseluruhan penyelenggaraan pembebasan tanah untuk kepentingan umum paling lama (maksimal) 583 hari.
(Deputi Perekonomian/ES)