DEMAK, JT – Bagi pasangan Sukarno (61) dan Atminah (58) warga Desa Mojodemak Kecamatan Wonosalam, bambu bukan sekedar tanaman peneduh ataupun penghias halaman rumah. Bagi kakek bercucu tujuh ini, bambu merupakan rupiah.
Ya, sebab dengan keterampilan dan ketekunannya, pohon bambu bisa disulap menjadi beragam perabot rumah tangga, seperti tampah juga bakul wadah nasi-red).
“Hanya saja tidak semua jenis bambu bisa saya gunakan sebagai bahan membuat tampah dan bakul. Saya hanya menggunakan bambu apus karena lebih lentur dan seratnya halus, serta mudah dianyam,” terang Sukarno.
Menurutnya, aktifitas menganyam bambu sudah dilakoninya sejak tahun 1975. Ia tak pernah berpaling ke pekerjaan lain. Maklum, penghasilan dari usaha tersebut terbilang cukup lumayan. “Dalam sehari saya dan istri mampu membuat lima produk. Lumayan, setidaknya bisa laku sekitar Rp 85 ribu,” katanya.
Untuk memasarkan produknya, Sukarno tidak pernah mengalami kesulitan. Pedagang dari Gajah, Dempet dan Demak datang setiap minggu untuk mengambil pesanan. Mereka membayar kontan. Bahkan, tak jarang mereka rela membayar di awal.
“Sebenarnya barang yang mereka pesan banyak. Tapi saya hanya bisa memenuhi sedikit. Maklum yang kerja cuma dua orang, hanya saya dengan istri,” ungkapnya.
Dalam menjalankan proses produksi, Sukarno dan istrinya saling berbagi tugas. Ia sendiri kebagian menyiapkan bahan. Ia memotong bambu dalam ukuran tertentu, kemudian membelahnya dengan ketebalan sesuai kebutuhan. Bahan yang dipersiapkannya lantas dianyam Atminah.
“Hasil anyaman istri selanjutnya saya bentuk menjadi bakul maupun tampah,” kata Sukarno.
Disampaikan, selama ini ia sudah berkali-kali mencoba menularkan keahliannya ke anak dan tetangga. Rupanya, semua yang diajarinya tak ada yang memiliki ketekunan.
“Nganyam itu dasarnya harus tekun. Kalau tidak tekun pasti ya tidak bisa,” tuturnya.
Atminah menambahkan, usahanya bisa berkembang setelah memperoleh suntikan modal dari UPK Wonosalam. Modal yang didapat digunakan untuk pengadaan peralatan kerja dan stok bahan.
“Saat harga bambu apus murah, saya beli banyak. Dengan begitu, saat harganya mahal saya tak kebingungan,” pungkas Atminah.**