DEMAK, JT – Tangan-tangan terampil perajin sangkar burung Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen tak ada
habisnya dalam berkreasi. Kini mereka bukan saja memproduksi sangkar model biasa, namun juga membuat yang berukuran besar. Sangkar besar itu di khususkan untuk burung beo dan cucakrowo.
Usaha pembuatan sangkar burung di Desa Sumberejo tersentra di Dukuh Dawung. Puluhan rumah tangga di dukuh itu bahkan telah menggeluti usaha pembuatan sangkar burung selama puluhan tahun. Mereka mewarisi keterampilan dari para leluhurnya.
Salah satu perajin sangkar burung setempat, Sutinah mengatakan, karyanya banyak diburu pecinta kicauan dari Solo, Yogyakarta, Tegal, Cirebon, juga Jakarta. Awalnya. ia hanya memproduksi sangkar untuk burung kicauan dan perkutut. Karena permintaan pasar, belakangan ini ia memproduksi sangkar khusus untuk burung beo dan cucakrawa. Bentuknya unik dan terbuat dari bahan baku yang berkualitas.
“Untuk sangkar beo dan cucakrowo, kami hanya menggunakan bambu yang benar-benar tua.
Proses pembuatannya juga harus telaten agar benar-benar kuat, sehingga beo maupun cucakrowo yang menempatinya tak bisa lepas. Harganya kan mahal,” ujarnya.
Menurut Sutinah, untuk memproduksi sangkar burung ia mempekerjakan lima karyawan. Dalam sehari, ia mampu menyelesaikan 25 buah sangkar ‘mentah’ alias belum difinishing.
“Setelah kami semprot dengan pernis ataupun cat berwarna-warni, sangkar burung ini bisa laku
ratusan ribu rupiah. Kalau masih dalam kondisi mentah harganya berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 80 ribu. Sedangkan sangkar beo dan cucakrowo harganya mencapai jutaan,” katanya.
Sutinah memang tergolong paling sukses di antara puluhan perajin sangkar yang ada di Dukuh Dawung. Namun, bukan berarti kesuksesan itu datang dengan tiba-tiba. Ia pun pernah merasakan naik-turunnya roda kehidupan.
“Ada kalanya penjualan kami mencapai 300 unit per bulan. Namun pada 2002-2003 lalu sempat anjlok hingga hampir bangkrut,” tutur warga RT 02/ RW 5 ini.
Dikatakan, usahanya pernah nyaris gulung tikar saat wabah flu burung merebak di Indonesia. Berkat
keuletannya menawarkan secara berkeliling dari kampung ke kampung di sekitaran Solo dan Yogyakarta, sedikit demi sedikit usahanya kembali berkibar.
“Syukurlah, kini omset saya sudah kembali normal. Dalam sebulannya mencapai Rp 30 hingga Rp 50 juta,” ungkap ibu dua anak ini.
Sekdes Sumberejo Hambali menambahkan, kerajinan sangkar burung Dukuh Dawung merupakan
satu di antara beberapa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berhasil mendongkrak kesejahteraan warga. Bersama para perajin sangkar lainnya di Sumberrejo, seperti Muh Rozi, Darmadi, Rasiman, juga Nyama, Sutinah berhasil menciptakan lapangan kerja yang berimbas pada berkurangnya jumlah pengangguran.
Namun demikian, kata Hambali, para pelaku UMKM tersebut tetap saja membutuhkan dukungan modal, bantuan pemasaran, juga pembinaan dari pemerintah.**
Editor: Saruli