Pedagang Pasar Bintoro Demak Optimis Kesejahteraan Akan Pulih

Demak, JT -Sebahagian pedagang Pasar Bintoro yang sempat menempati lapak darurat di bantaran Kali Tuntang Lama Jalan Kiai Singkil, mengaku optimis kesejahteraannya akan pulih kembali. Masa depan usahanya berpeluang cerah menyusul seluruh proses pembangunan Pasar Bintoro sudah kelar seratus persen. Merekapun kini telah menempati kios barunya.

Kemegahan pasar saat ini ternyata tak menghilangkan begitu saja berbagai pengalaman pedih yang dialami
beberapa pedagang. Memang, musibah kebakaran yang meluluhlantahkan pasar terbesar di Kabupaten Demak 2006 silam, dirasakan sejumlah pedagang sebagai cobaan terpahit dari Tuhan. Maklum, musibah itu telah menghantarkan mereka ke lapak-lapak darurat yang justru menambah besarnya pundi-pundi hutang.

Seperti diketahui, pada tahun 2010 pedagang harus pindah ke lapak darurat sehubungan dimulainya proses
pembangunan Pasar Bintoro tahap dua. Setidaknya ada 250 pedagang yang kebagian menempati lapak darurat di atas bantaran Kali Tuntang. Berbagai pengalaman tak menyenangkan rata-rata pernah mereka alami.

Selama mengadu nasip di lapak darurat yang terbuat dari bambu dan beralaskan kepang itu, mereka seakan
sedang dalam hukuman. Pembeli yang datang setiap harinya memang minim. Nasip diperburuk dengan kerapnya toko mereka dibobol maling. Maklum, kondisi lapak darurat yang mereka tempati terkesan asal berdiri. Pintunya kurang kokoh sehingga menjadi sasaran empuk bagi pencuri.

“Sangatlah repot kalau harus mengangkut barang dagangan ke rumah setiap hari. Apalagi esok harinya
saya harus menatanya lagi. Ribet banget deh. Makanya kadang-kadang saya nekat meninggalkan barang dagangan di dalam lapak. Namun naas, dagangan saya lenyap digasak maling,” ungkap Ahmad Dwi, salah seorang pedagang sepatu dan sandal, Senin (16/7).

Akibat kejadian itu Ahmad terpaksa pontang-panting mencari hutang. Akhirnya ia mendapat kemudahan
dari kenalannya di Semarang.Ia memperoleh hutangan namun bukan dalam bentuak uang melainkan berupa barang dagangan. Nilainya mencapai Rp 50 juta dan harus sudah dibayar lunas
selambatnya lima bulan ke depan.

“Itulah awal mula saya terbelit hutang. Untuk melunasi hutang di Si A, maka saya menggunakan uang
hutangan dari Si B. Begitu terus dan nilainya semakin besar. Akhirnya saya merasa lelah dan untuk menyelesaikan seluruh hutang terpaksa menjual sebidang tanah warisan orang tua,” tuturnya.

Jera, berhenti jualan Saat berjualan dilapak darurat, Ahmad mengaku juga pernah digigit ular. Untung saja ular yang menggigit bisanya tidak begitu ganas. Lukanya juga tak dalam-dalam amat sehingga bisa sembuh meski hanya diobati dengan betadin. Kendati demikian, kejadian itu cukup membuatnya jera.

Kemudian ia memutuskan untuk mengakhiri berjualan sandal dan sepatu di lapak darurat yang berada di bantaran kali itu. “Saya merasa tak nyaman sama sekali saat menjalankan usaha di lapak itu. Setelah mendapati sejumlah kejadian yang tak menyenangkan, saya pun memutuskan untuk mencari tempat lain.
Lapak itu saya tinggalkan begitu saja,” kata Ahmad.

Dia mengaku harapannya sempat pupus saat melihat proses pembangunan Pasar Bintoro yang diwarnai
berbagai dinamika. Apalagi ketika pengurus Paguyuban Pedagang Pasar Bintoro (P3B) melakukan audiensi dengan berbagai pihak, seperti dengan Kejaksaan Negeri dan Anggota DPRD Demak. Langkah yang diambil paguyuban saat itu dirasakannya sebagai isyarat bahwa ada yang tidak beres dalam proses pembangunan pasar.

“Saya sempat khawatir pembangunan Pasar Bintoro tak bakal terselesaikan. Alhamdulilah, kekhawatiran
saya itu tidak terbukti. Bahkan kini terjawab sudah, dan kekhawatiran saya berubah menjadi rasa bangga. Impian saya berjualan di pasar dengan konsep modern benar-benar jadi kenyataan. Mudah-mudahan, setelah menempati pasar baru nanti segala derita saya di lapak darurat terbalas dengan keuntungan yang berlimpah,” harapnya.

Ahmad berpandangan, Pasar Bintoro dalam kondisi megah seperti saat ini bukan hanya diimpikan oleh para pedagang namun juga seluruh warga Demak. Apalagi, Pasar Bintoro selama puluhan tahun menjadi
pusat perdagangan di Kota Wali. Pada saat kondisinya kurang layak pun masih dipadati pengunjung, apalagi setelah megah nan nyaman seperti sekarang ini. Potensinya akan semakin ramai sehingga perputaran roda perekonomian terus melaju.**